Perubahan Tren Aktivitas Terorisme Dari Konvensional ke Internet

Jakarta - Perubahan Tren Aktivitas Terorisme Dari Konvensional ke Internet. Berbagai aktivitas terorisme yang dikenal dengan 9P meliputi: Propaganda, Perekrutan, Pelatihan, Penyediaan logistik, pembentukan paramiliter secara melawan hukum, Pelaksanaan serangan teror dan Pendanaan, kini dapat dilakukan melalui internet.

Hal ini diungkap oleh Irjen Petrus Reinhard Golose dalam buku terbarunya berjudul “Invasi Terorisme ke Cyberspace” yang diluncurkan hari ini di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta (20/10).

Peluncuran Buku Invasi Terorisme ke Cyberspace
Buku setebal 213 halaman itu juga mengulas tentang berbagai aktivitas terorisme yang dikenal dengan 9P: propaganda, perekrutan, pelatihan, penyediaan logistik, pembentukan para militer secara melawan hukum, pelaksanaan serangan teror dan pendanaan, yang kesemuanya  dapat dilakukan melalui internet.
 
Petrus menjelaskan, propaganda menjadi pintu utama bagi simpatisan untuk berpartisipasi dan kaderisasi organisasi terorisme. Dengan secara strategis dan sistematis, propaganda itu mampu merekrut berbagai kalangan untuk terjerumus dan bergabug dengan kelompok teroris.

Selain menjalin komuniakasi melalui internet, lanjut Deputi Bidang Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tersebut, kelompok teroris juga mengunggah gambar dan video aktifitas teror ke internet hingga menimbulkan ketakutan bagi masyarakat luas.

Yang menghawatirkan, imbuh Petrus, “Gaya cyberspace tersebut diikuti di Indonesia, sehingga moralitas bangsa semakin bergeser.”

Petrus menilai ada tiga apek yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan terorisme di dunia maya, yaitu aspek hukum, sosial religius, dan teknis.  “Untuk aspek hukum adalah mengupayakan amendemen UU No 15 tahun 2003 junto Perppu no 1 tahun 2002 yang selama ini menjadi landasan penegakan hukum. Instrumen ini belum memuat ketentuan mengenai pemanfaatan internet untuk kepentingan terorisme,” ujarnya.

Dari permasalahan sosial religus, lanjut Petrus, perlu dibangun koordinasi dan sinergi antar lembaga pemerintah dan kerjasama dengan masyarakat secara lebih intensif baik dalam rangka penegakan hukum maupun upaya penanggulangan terorisme dengan menggunakan ‘soft approach‘ seperti kontra radikaliasasi.

Sementara dari segi teknis, paparnya, pemerintah perlu bekerjasama dengan penyedia jasa internet, operator telekomunikasi dan penyedia muatan internet. “Perlu dibentuk sebuah Badan Cyber Nasional, agar semakin banyak kejahatan di internet termasuk terorisme dapat ditanggulangi,” katanya.

Selain itu, Petrus yang telah melakukan penelitian sejak tahun 2012 ini juga mengajak media massa agar mampu berkontribusi pada upaya penanggulangan terorisme melalui berita-berita yang harmonis.

Dalam peluncuran itu, hadir untuk memberikan sambutan, Richardus Eko Indrajit (Praktisi Teknologi Informasi), dan sejumlah panelis yakni Sidney Jones (Pangamat Terorisme), Ronny Rahman Nitibaskara (Guru Besar Universitas Indonesia) dan Solahudin (Pakar Islam Radikal di Indonesia).

Diantara tamu yang hadir diantaranya Jenderal (Purn) A.M. Hendropriyono, Komjen (Purn.) Gories Mere, Irjen (Purn) Ansyaad Mbai, Brigjen. Pol. Surya Dharma, Brigjen. Pol. Carlo Brix Tewu, Diaz Hendropriyono dan Ardi Sutedja K, serta para duta besar negara sahabat: Colombia, Jordania, Turki dan Venezuela, Pimpinan dan anggota TNI/Polri, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Praktisi TIK, serta Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (Apkomindo) yang diwakili oleh Ketua Umum Apkomindo, Soegiharto Santoso. Acara peluncuran buku tersebut diliput oleh sejumlah media nasional.

Related

Peristiwa 5350342799392568043
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item