Masyarakat Muara Angke Kandaskan SK AHOK

Jakarta - Masyarakat Muara Angke Kandaskan SK AHOK. SK AHOK DI TANGGUHKAN HAKIM PTUN. Sidang gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) yang memberi izin pembangunan Teluk Jakarta khususnya untuk pulau G, siang tadi, Selasa (31/5) di putus oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Dalam pertimbangan hukum yang di bacakan secara marathon oleh hakim PTUN,  hakim menyatakan bahwa eksepsi tergugat (Gubernur DKI Jakarta) dan tergugat II intervensi, PT. Samudera Muara Wisesa (PT.MWS) mengenai kewenangan (kompetensi absolut)   Pengadilan TUN tidak berwenang memeriksa, menyelesaikan, dan memutus perkara ini tidak dapat diterima, dan eksepsi para tergugat lainnya mengenai tenggang waktu gugatan penggugat yang dianggap telah lewat waktu (Daluarsa) juga tidak dapat diterima oleh hakim.

Majelis hakim yang menyidangkan perkara No.193/G/LH/2015/PTUN Jkt, dari kiri Baiq Yuliani, Adhi Budhi Sulistyo, dan Elizabeth Tobing , Hakim memerintahkan selama ditangguhkan tidak boleh ada aktivitas khususnya di Pulau G - Edy/Jf
Dalam pertimbanganan lainnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mematuhi syarat formal sesuai perundang-undangan. Pihak tergugat tidak dapat menunjukkan rencana zonasi seperti disebutkan dalam ketentuan.

"Tergugat tidak mampu membuktikan rencana zonasi sebagaimana dimandatkan Pasal 7 Atat (1) UU Nomor 27 tahun 2007 tentang tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sebagaimana perubahannnya UU 1 Tahun 2014,"kata Adhi.

Hakim juga menyatakan tidak sah SK izin reklamasi pulau G Nomor 2238  tahun 2014 yang diberikan kepada PT. Muara Wisesa Samudera dan memerintahkan tergugat untuk mencabut SK Nomor 2238 tahun 2014 serta membebankan biaya perkara  kepada tergugat senilai Rp 3,15000.

Izin reklamasi pulau G dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melalui Surat Keputusan Nomor 2238 Tahun 2014 pada 23 Desember 2014. Izin tersebut diberikan kepada PT Muara Wisesa Samudra (Grup Agung Podomoro) seluas 161 hektare.

Peraturan lainnya yang mesti ditaati dalam menerbitkan izin reklamasi adalah ketentuan Permen KP Nomor 17/PERMEN-KP/2013. Menurut Permen tersebut, reklamasi yang dilakukan di laut harus menggunakan rencana zonasi.

Cara formal lainnya yang diungkap majelis hakim adalah soal izin Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam penerbitan izin reklamasi pulau G, tergugat terbukti tidak melakukannya sesuai ketentuan. Menurut hakim, tergugat tidak melibatkan nelayan sebagai terdampak dari terbitnya objek sengketa. Padahal akibat konstruksi pembangunan pulau G, nelayan berdampak langsung berupa menurunya pendapatan nelayan yang melaut disekitar pulau G.

"Terdapat potensi kerusakan lingkungan akibat penerbitan objek sengketa," ujarnya.

Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Cakung Kompol Armunanto Hutahaen saat mengamankan proses sidang putusan di Pengadilan TUN Jakarta - Edy/Jf
Sedangkan soal penundaan pelaksanaan reklamasi demi kepentingan umum juga tidak dapat diterima. Pasalnya, tidak ada ketentuan kepentingan umum yang menngharuskan penundaan. "Sesuai UU Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaa tanah demi kepentingan umum. Definisi kepentingan umum dalam pasal tersebut adalah kepentingan negara, bangsa dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah untuk digunakan sebesarnya demi kepentingan rakyat,"tutur Baiq Yuliani selaku hakim anggota.

Pada akhirnya Ketua majelis hakim Adhi Budhi Sulistyo mengabulkan permohonan penangguhan terhadap SK tergugat dalam perkara No.193/G/2015/PTUN.JKT. Terdapat kesalahan prosedur yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta saat menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi pulau G. Mengabulkan penetapan penangguhan yang di mohonkan pihak penggugat.”Pelaksanaan SK Gubernur ditangguhkan sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap," kata ketua majelis

Sementara dalam eksepsi menolak eksepsi tergugat seluruhnya, dan dalam pokok perkara mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,"kata Adhi selaku hakim ketua dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Jakarta Timur, Selasa (31/5).

KEMENANGAN NELAYAN

Sebelum putusan di bacakan ratusan masyarakat yang kontra terhadap pembangunan Teluk Jakarta memadati demo dan berorasi di depan gedung Pengadilan TUN yang dikawal ketat oleh aparat kepolisian, masyarakat menunutut agar reklamasi teluk jakarta di batalkan

Demo menuntut pembatalan Reklamsi Teluk Jakarta oleh masyarakat Muara Angkeh dan aktivis lingkungan hidup - Edi/Jf

Seusai sidang Wakil Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata menyatakan, putusan hakim merupakan bentuk kemenangan nelayan tradisional. Selama ini keluhan soal tangkapan nelayan yang menurun serta akses mereka terhadap kekayaan dilaut yang semakin sulit kini dikembalikan kepada nelayan. "Hari ini nelayan tradisional mendapatkan haknya atas sumber daya  pesisir,"terang Marthin usai persidangan.

Menurut Marthin, putusan hakim hari ini merupakan signal bagi proyek reklamasi yang ada ditanah air agar dihentikan. Reklamasi, kata Marthin hanya memberi dampak buruk bagi masyarakat terutama nelayan.

"Hari ini adalah hari anti reklamasi nasional. Ini akan menjadi preseden bahwa reklamasi di nasional harus dihentikan. Reklamasi tidak akan menguntungkan masyarakat. Karena jelas berdampak pada nelayan tradisional,"tukas Marthin kepada Jakarta Forum.

Proses reklamasi tidak hanya terjadi di Pantai Utara Jakarta. Aksi menolak reklamasi juga dilakukan oleh masyarakat bali yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBali). Sejumlah aktivis lingkungan di Bali juga menolak untuk mereklamasi Teluk Benoa digagas PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). 

Selain Bali, proyek reklamasi juga dilakukan Makassar Sulawesi Selatan. Reklamasi di  Makassar adalah paket megaproyek Centre Point of Indonesia (CPI) yang dicanangkan pemerintah Sulsel dengan menggunakan skema cost sharing antara pemerintah daerah melalui APBD dan APBN pemerintah pusat.
Sementara itu, Alghiffari Aqsa Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan ada banyak kesalahan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam menerbitkan izin reklamasi lulau G. Dari masalah ketentuan zonasi sampai masalah izin amdal yang tidak melibatkan masyarakat.
"Banyak proses reklamasi yang tidak sesuai dengan prosedur," kata Alghiffari.

Terkait dengan putusan itu, dia meminta kepada lembaga eksekutif (Pemprov DKI) mematuhi putusan yudikatif. Menurutnya, tidak ada kepentingan umum yang diperoleh masyarakat dari proyek reklamasi. "Menurut kami yang ada hanya kepentingan pengusaha,"tegasnya. edi/fix Jf







Related

Peristiwa 7577432659650345058
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item