Decky: “Saya Akan Buktikan Selama 21 Hari”

JakartaDecky: “saya akan buktikan selama 21 Hari” “saya akan lengkapi selam 21 hari”. Upaya hukum perlawanan Decky Kayame, mantan calon Bupati Kabupaten Nabire yang memberi kuasa kepada Jou Hayim Waimahing, Papua terus  berlanjut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Decky Kayame menggugat SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.91-818 tahun 2016 tentang pengangkatan Bupati Nabire Provinsi Papua dan SK Mendagri Nomor 132.91-819 tahun 2016 tentang pengangkatan Wakil Bupati Nabire.

Jou H. Waimahing.SH.MH.-Foto Edi/jf
Decky mengaku memiliki bukti-bukti yang kuat untuk diajukan ke dalam persidangan nanti, jika perlawanannya diterima. Decky menyatakan proses pelaksanaan pilkada di Nabire sangat tidak demokratis. Terdapat kecurangan dalam pemilihan kepala daerah pada 9 Desember 2015 lalu.

"Saya kejar kebenaran dan keadilan sehingga hakim bisa melihat secara yuridis sesuai dengan perundang-undangan. Kami siap membukti dengan alat bukti yang kami miliki," kata Decky kepada Jakarta Forum saat ditemui usai persidangan di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Jakarta Timur, Rabu (15/6).

Decky menyatakan bahwa dirinya dikalahkan melalui perhitungan KPU Nabire. Sebab jika mengacu kepada suara yang sebenarnya, pasangan Decky Kayame dan Adauktus Takerubun memperoleh 59.549 suara. Bukan seperti hasil yang di belokkan oleh KPU 53. 776 suara.

Decky Kayame.SE.Foto:Edi/Jf
Selisih perolehan suara oleh Decky itu berawal dari tindakan kecurangan yang dilakukan oknum kepolisian bekerjasama dengan KPU Nabire di dua distrik. Namun karena di distrik Dipa dan Siriwa C1 diisi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab sehingga mengakibat kerugian bagi Decky. Atas dasar itu, Decky menuding terdapat kecurangan yang dilakukan oknum kepolisian dan KPU.

"Polisi mengambil C 1 KWK. Lalu polisi menyerahkan kepada KPU. Saya punya bukti penyerahan itu yang di tanda tangani oleh mereka," kata Decky.

Sebelumnya Decky mengajukan gugatan ke PTUN. Namun Ketua PTUN Jakarta  mendismissal gugatan Decky Kayame dengan alasan PTUN tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa, memproses dan memutus gugatan penggugat. Karena tidak puas atas putusan ketua PTUN, Hendro Puspito, pihaknya mengajukan perlawanan terhadap putusan dismissal tersebut. Hari ini, Rabu (15/6) hakim yang diketuai Tri Cahya Indra Permana  menyidangkan gugatan perdana perlawanan yang diajukan Decky.

Dalam tenggat waktu 21 hari sidang perlawanan, Decky menyatakan akan berupaya maksimal mungkin untuk membuktikan kecurangan dalam pelaksanaan pilkada  akhir tahun lalu. "Dalam upaya perlawanan selama 21 hari ini, saya akan mengajukan dokumen dokumen alat bukti, serta akan hadirkan saksi ahli, seperti ahli hukum tata negara akan saya hadirkan," tegasnya.

Decky mengajukan gugatan ke PTUN karena  gugatannya ke MK yang disidang pada Januari lalu dianggap tidak menyentuh substansi pelanggaran dalam pilkada. Ia meyakini, jika MK masuk ke pokok pelanggaran tentu MK akan memenangkannya.
"Kalau di MK masuk ke substansi, dilihat secara substansinya jelas tetap saya menang. Kalau saya dikalahkan di MK karena substansi tidak mungkin saya ke PTUN,"terang Decky.

SEMUA SESUAI PROSEDUR
Kuasa hukum Kementerian Dalam Negeri, Saiful Bahri Johan menyatakan putusan ketua PTUN mendismissal gugatan mantan calon Bupati Nabire sudah tepat. Putusan mendismissal juga sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan.

"Kami menyatakan dismissal sebenarnya telah sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1986 tentang Tata Usaha Negara. Karena kasus ini selesai di Mahkamah Konstitusi (MK). Dismissal terjadi karena tidak sesuai dengan Pasal 62 Nomor 5 tahun 1986,"kata Saiful.

DR. Saiful Bahri Johan.SH.MS.i-Edi/Jf
Saiful melanjutkan bahwa setiap putusan yang dikeluarkan Tata Usaha Negara berpeluang untuk digugat. Namun dengan alasan yang jelas dan konstitusional.

"Siapa pun boleh menggugat keputusan Tata Usaha Negara kalau tiga hal tidak dipenuhi. Pertama, dia tidak punya kewenangan. Kedua, substansinya tidak sesuai. Ketiga, soal kesalahan prosedur," ujarnya.
Terkait dengan SK Mendagri yang diterbitkan menurut Saiful telah sesuai prosedur. Dalam SK Mendagri tersebut tidak ditemukan tiga yang kemukan. Apa lagi, putusan tersebut itu merupakan perintah MK yang sudah diputuskan.

Dia juga menepis tudingan yang dikemukakan sebelumnya adanya kejanggalan dalam menerbitkan SK. Pasalnya SK diterbitkan setelah satu hari diusulkan oleh gubernur Papau. "Boleh (terbit SK dalam satu hari). Setengah hari juga boleh. Mendagri berwenang, yang penting prosedurnya diikuti apa tidak,"ujarnya.

Sementara itu, pengamat hukum Tata Negara Margarito Kamis menyayangkan putusan Ketua PTUN dengan mendismissal perkara tersebut. Menurutnya, PTUN tidak boleh menolak perkara yang diterbitkan dari Keputusan TUN.

"PTUN tidak bisa menolak. Karena itu putusan TUN, PTUN harus memeriksa. Soal diterima atau ditolak itu soal lain,"ungkap Margarito.

Dr. Margarito Kamis
SK pengangkatan Bupati terpilih oleh Mendagri merupakan putusan TUN sehingga bisa saja digugat. Lagi pula, putusan TUN itu merupakan rangkaian dari proses-proses yang berlangsung sebelumnya. Dengan begitu, PTUN harus berani memeriksa fakta fakta sebelumnya sehingga terbit SK Menteri dalam Negeri .

Margarito juga membuka kemungkinan untuk memeriksa kembali putusan TUN meskipun putusan tersebut merupakan wewenang MK.  Lebih jauh dia menjelaskan, banyak perkara sengketa pilkada yang sebenarnya tidak diperiksa materinya di MK.

Dia juga menegaskan putusan MK pada pilkada tidak bersifat final dan mengikat. Dia beralasan bahwa pemilihan pada 9 Desember 2015 bukan Pemilu melainkan Pilkada. Sedangkan menurut UU sengketa itu putusan MK yang final dan mengikat itu berlaku untuk Pemilu. "Pilkada itu bukan pemilu. Final mengikat itu untuk Pemilu,"kata Margarito.

Dia menjelaskan pemberian kewenangan mengadili sengketa Pilkada itu karena belum ada peradilan khusus menangani sengketa pilkada. Jadi, kewenangannya hanya bersifat sementara.Edi/Jf


Related

Iptek 716004245662705306
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item