LPSK : Perlunya Kesamaan Persepsi Sikapi Justice Collaborator
https://www.jakartaforum.web.id/2016/06/lpsk-perlunya-kesamaan-persepsi-sikapi.html
Jakarta - LPSK : Perlunya Kesamaan Persepsi
Sikapi Justice Collaborator. Kepala
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, merasa
prihatin terhadap fenomena JC (Justice Collaborator) atau saksi pelaku di
Indonesia. Menurutnya posisi JC kurang dihargai, padahal peraturan perundang
undangan UU No.31 Tahun 2014, telah menetapakan berbagai kebijakan tentang posisi
JC dalam membongkar kasus pidana.
Menurut Abdul
Haris Semendawai, tidak dihargainya JC, dapat dilihat dari beberapa kasus,
seperti Salah satu JC yang penetapan JC nya ditolak adalah Abdul Khoir. Abdul
didakwa telah menyuap beberapa anggota DPR Komisi V, diantaranya Damayanti
Wisnu Putranti (PDI Perjuangan), Budi Suprianto (Golkar), Andi Taufan Tiro
(PAN), dan Musa Zainudin (PKB). Oleh KPK, Abdul diberikan status JC karena mau
membantu membongkar tindak pidana yang menyangkutnya. Oleh Jaksa KPK, Abdul
dituntut 2,5 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah. Namun penetapan JC Abdul
ditolak oleh hakim tipikor, Abdul pun divonis 4 tahun penjara dan denda 200
juta rupiah, tutur Abdul saat jumpapers di gedung baru LPSK, Jl. Raya Bogor No.
47-49 Jak-Tim (29/6).
Dengan kasus
tersebut, sambung Abdul, ini merupakan langkah mundur membongkar kasus pidana. “Oleh
karenanya adanya penolakan terhadap status JC, maupun dipersulitnya perlakuan
khusus dan penghargaan untuk JC merupakan kemunduran dalam upaya pengungkapan kasus
pidana”. Padahal menurut undang undang yang berlaku saksi pelaku atau JC,
mendapat penghargaan seperti keringanan penjatuhanpidana, mendapat prioritas
Hak Narapidana (remisi tambahan, pembebasan bersyarat, dll), terang Abdul Haris Semendawai.
Ditempat
yang sama Wakil LPSK Edwin Partogi Pasaribu menambahkan, peran JC membantu
penegak hukum perlu ditegakan terutama pada kasus yang sulit terurai. Nah,
untuk itu aparat penegak hukum membutuhkan peran orang dalam atau salah satu
pelaku (yang bukan pelaku utama) untuk mengumpulkan alat bukti atau yang
sejenisnya.
Disisi lain
Edwin juga mengakui bahwa pemberdayaan dan penghargaan terhadap Justice
Collaborator atau saksi pelaku belum memadai, walau pun telah hadir UU
No 31 tahun 2014. Untuk itu, perlu
adanya persamaan persepsi antar jajaran penegak hukum menyikapi status Justice
Collaborator/saksi pelaku sesuai Undang-Undang No 31 Tahun 2014,
mengenai pemberian penghargaan terhadap kontribusi Justice Collaborator/saksi
pelaku. (ef)