LPSK : Perlunya Kesamaan Persepsi Sikapi Justice Collaborator

Jakarta - LPSK : Perlunya Kesamaan Persepsi Sikapi Justice Collaborator. Kepala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, merasa prihatin terhadap fenomena JC (Justice Collaborator) atau saksi pelaku di Indonesia. Menurutnya posisi JC kurang dihargai, padahal peraturan perundang undangan UU No.31 Tahun 2014, telah menetapakan berbagai kebijakan tentang posisi JC dalam membongkar kasus pidana.  
Menurut Abdul Haris Semendawai, tidak dihargainya JC, dapat dilihat dari beberapa kasus, seperti Salah satu JC yang penetapan JC nya ditolak adalah Abdul Khoir. Abdul didakwa telah menyuap beberapa anggota DPR Komisi V, diantaranya Damayanti Wisnu Putranti (PDI Perjuangan), Budi Suprianto (Golkar), Andi Taufan Tiro (PAN), dan Musa Zainudin (PKB). Oleh KPK, Abdul diberikan status JC karena mau membantu membongkar tindak pidana yang menyangkutnya. Oleh Jaksa KPK, Abdul dituntut 2,5 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah. Namun penetapan JC Abdul ditolak oleh hakim tipikor, Abdul pun divonis 4 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah, tutur Abdul saat jumpapers di gedung baru LPSK, Jl. Raya Bogor No. 47-49 Jak-Tim (29/6). 


Dengan kasus tersebut, sambung Abdul, ini merupakan langkah mundur membongkar kasus pidana. “Oleh karenanya adanya penolakan terhadap status JC, maupun dipersulitnya perlakuan khusus dan penghargaan untuk JC merupakan kemunduran dalam upaya pengungkapan kasus pidana”. Padahal menurut undang undang yang berlaku saksi pelaku atau JC, mendapat penghargaan seperti keringanan penjatuhanpidana, mendapat prioritas Hak Narapidana (remisi tambahan, pembebasan bersyarat, dll), terang Abdul Haris Semendawai.
Ditempat yang sama Wakil LPSK Edwin Partogi Pasaribu menambahkan, peran JC membantu penegak hukum perlu ditegakan terutama pada kasus yang sulit terurai. Nah, untuk itu aparat penegak hukum membutuhkan peran orang dalam atau salah satu pelaku (yang bukan pelaku utama) untuk mengumpulkan alat bukti atau yang sejenisnya.
Disisi lain Edwin juga mengakui bahwa pemberdayaan dan penghargaan terhadap Justice Collaborator atau saksi pelaku belum memadai, walau pun telah hadir UU No 31  tahun 2014. Untuk itu, perlu adanya persamaan persepsi antar jajaran penegak hukum menyikapi status Justice Collaborator/saksi pelaku sesuai Undang-Undang No 31 Tahun 2014, mengenai pemberian penghargaan terhadap kontribusi Justice Collaborator/saksi pelaku. (ef)

Related

Peristiwa 1473082374011189425
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item