Kemenkumham Ditegur Hakim PTUN
https://www.jakartaforum.web.id/2016/07/kemenkumham-ditegur-hakim-ptun.html
Jakarta -Kemenkumham Ditegur Hakim PTUN. Kepengurusan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong 1957 (PPK KOSGORO 1957) kubu Agung Laksono melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Nomor 116/G/2016/PTUN-JKT. Pihak Agung Laksono mengaku merasa dirugikan atas terbitnya Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mengesahkan kepengurusan Kosgoro pimpinan Muhammad Aziz Syamsuddin.
HR. Agung Laksono (Ketua umum KOSGORO) Periode masa bhakti 2013-2018 |
HR. Agung Laksono Ketua Umum KOSGORO periode masa bhakti 2013-2018 Kuasa hukum penggugat Ichwan Setiawan mengaku kliennya dirugikan lantaran terbitnya objek gugatan sehingga menimbulkan gejolak di Kosgoro baik di tingkat Pusat maupun daerah. Pasalnya, kliennya, Agung Laksono masih menjabat sebagai Ketua Umum PPK KOSGORO 1957 periode masa bhakti 2013-2018.
"Kosgoro 1957 seharusnya masih dipimpin oleh pak Agung Laksono,"kata Ichwan di PTUN Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur Jakarta Timur, Selasa (12/7). Konsekuensinya apa pun yang dilakukan Kosgoro yang dipimpin Muhammad Aziz Syamsuddin tidak sah (ilegal).
Adapun objek gugatan yang di gugat ialah Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-0022215.AH.01.07 Tahun Februari 2016 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong 1957, tertanggal 25 Februari 2016 mengesahkan kepengurusan Kosgoro 1957 dengan ketua Muhammad Aziz Syamsuddin dan Sekretaris Jenderal Bowo Sidik Pangarso.
Terkait dengan SK Kemenkum HAM itu, pihak penggugat merasa dirugikan karena tidak dapat memberikan suara pada Munaslub Partai Golkar pada pertengahan bulan Mei lalu. Pada hal kepengurusan Agung Laksono sah sesuai dengan hasil Musyawarah Besar III (Mubes III) yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 2 November 2013.
Ichwan Setiawan |
Seharusnya, karena Agung Laksono merupakan pengurusan yang sah maka Kosgoro bisa memberikan hak suara pada Munas yang lalu. Namun karena adanya SK Menkum HAM, penggugat tidak bisa memberikan hak suaranya karena dianggap terdapat dualisme kepengurusan dalam tubuh Kosgoro 1957.
Kerugian lain yang juga diungkap Ichwan, karena terjadi goncangan politik dalam kepengurusan pada tingkat daerah. Bahkan di beberapa daerah terjadi pergantian pengurus tanpa koordinasi dengan Kosgoro pusat.
"Kita dirugikan ada beberapa daerah yang di-pltu kan. Salah satu yang kita dapat sample itu di Riau,"ungkapnya.
Untuk mengantisipasi gejolak di tingkat daerah itu, dan terkait adanya klaim pihak Aziz Syamsuddin sebagai kepengurusan sah Kosgoro 1957, penggugat sudah mengajukan permohonan penundaan terhadap SK tersebut kepada majelis hakim yang diketuai Indaryadi. Dalam penundaan itu, penggugat meminta agar hakim PTUN dapat menangguhkan SK Kemenkum HAM sebelum perkara ini diputus.
Namun dalam persidangan dengan agenda pembacaan penetapan berupa surat teguran kepada Kemenkum HAM (Tergugat) melalui Presiden, majelis hakim belum bisa mengabulkan permohonan yang diajukan pihak penggugat, alasannya karena majelis hakim berpandangan, sebelum mengabulkan penundaan terlebih dahulu majelis hakim harus mendengarkan tanggapan tergugat. Tergugat sendiri, belum pernah hadir dalam persidangan sejak objek sengketa mulai disidangkan,” dan kalaupun majelis hakim ingin mengabulkan terkait permohonan penundaan terhadap SK tersebut yang dimohon pihak penggugat, majelis hakim bisa mengeluarkan pada awal gugatan, dipertengahan proses sidang sedang berjalan, atau diakhir persidangan dibarengi dengan putusan,” terang Indaryadi.
Kemenkumham RI |
Terkait dengan ketidakhadiran pihak tergugat, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM), hakim akhirnya mengeluarkan penetapan pemanggilan terhadap tergugat melalui presiden. Hakim ketua Indaryadi yang memimpin sidang tersebut membacakan penetapan pemanggilan kepada pihak tergugat untuk hadir dan menggunakan haknya untuk melakukan pembelaan.
Dalam pertimbangannya, hakim mendasarkan penetapannya pada Pasal 72 ayat 1 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:
Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir dipersidangan dua kali sidang berturut-turut dan /atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggujawabkan meskipun setia p kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan Surat penetapan minta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan / atau menanggapi gugatan.
Ada tiga putusan penetapan yang dibacakan hakim. Pertama, mewajibkan kepada Presiden Republik Indonesia memerintahkan tergugat, Menkum HAM atau kuasanya untuk hadir dan menanggapi gugatan pengugat pada persidangan selanjutnya Selasa 9 Agustus 2016 pukul 10 WIB.
Kedua, memerintahkan kepada panitera untuk menyampaikan salinan penetapan ini kepada presiden untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Ketiga, menetapkan biaya yang timbul akan diperhitungkan pada putusan akhir. edi/Jf.