PERLUNYA DISKRESI MENDAGRI

Jakarta - PTUN, PERLUNYA DISKRESI MENDAGRI.  Semenjak bergulirnya kasus suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Kontitusi (Aqil Mucthar) ada wacana perkara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilimpahkan kembali pada Mahkamah Agung. Namun, sepertinya hal ini hanya menjadi wacana belaka, pasalnya perkara yang menyangkut masalah pilkada tetap di sidangkan di MK, terkesan setengah hati MK mau melepaskan perkara pilkada kepada MA. Dengan bergulirnya waktu pilkada serempakpun di gelar di negara ini, dan pilkada serempakpun akhirnya telah berlalu, dan akhir dari pilkada serempak hanya meninggalkan kekecewaan pada kandidat – kandidat yang dikandaskan dalam proses pilkada baik yang menang secara fair atau menang dengan cara kecurangan dalam proses pilkada.


                                                                               Menteri Dalam Negeri RI

Lalu para kandidat yang kalahpun dalam proses pilkada mengajukan gugatan ke MK, karena para penggugat merasa adanya kecurangan yang dilakukan oleh rifalnya pada saat pilkada tersebut digelar. Beraneka ragam bentuk  kecurangan dalam proses pilkada yang dilaporkan oleh para kandidat, tapi apabila hakim MK telah mengetuk palunya bagi pihak penggugat karena gugatan di tolak maka kandaslah gugatan para kandidat tersebut.

Pada akhirnya diterbitkanlah Surat Keputusan (SK) oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia untuk mengangkat atau melantik kepala daerah, jelas bahwa SK tersebut adalah keputusan tata usaha negara (KTUN) yang diterbit oleh pejabat pemerintah yang bisa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lalu upaya hukum yang ditempuh oleh para kandidat dengan jalan menggugat KTUN tersebut ke PTUN, dan gugatan ini tidak ada sangkut pautnya dengan hasil perhitungan suara atau kecurangan – kecurangan dalam proses pilkada, tapi gugatan para kandidat di dasari adanya kesalahan prosedur tentang penerbitan SK tersebut dan sudah jelas ini kewenangan PTUN harus 

formatur majelis hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana (Tengah), Roni Erry S, Edi S. Surhaza berhadapan dengan dua saksi ahli
memeriksa, menyidangkan dan memutus perkara ini. Lalu kenapa ketua PTUN harus mendismissal (Penetapan) perkara ini dan yang lebih ironisnya lagi pada saat para kandidat melakukan perlawanan terhadap penetapan ketua PTUN pun dikandarkan karena perlawanannya para kandidat di tolak, lalu upaya apalagi yang harus di tempuh oleh para kandidat dan akan di gugat kemana lagi perkara ini ???. Apakah surat keputusan yang diterbitkan oleh menteri dalam negeri bukan kriteria suatu keputusan tata usaha negara, dan kalau itu KTUN kenapa Pengadilan TUN tidak berwenang. Disini hakim dituntut obyeksifitasnya dalam menanggani perkara ini, berani mengupas lebih dalam pokok permasalahan di balik peristiwa ini.

Demikian pula halnya gugatan pemilihan kepala daerah Kabupaten Nabire, Papua kembali memanas. Langkah pihak pelawan, calon bupati Nabire, Decky Kayeme terus berlanjut setelah gugatannya di dismissal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dalam sidang yang diketuai Tri Cahya Indra Permana itu, pihak pelawan menghadirkan dua saksi ahli yakni mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan dan Margarito Kamis.

Margarito Kamis selaku saksi ahli dalam perkara itu menyatakan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.91-818 Tahun 2016 tentang Pengangkatan Bupati Nabire Provinsi Papua dan SK Mendagri Nomor 132.91-819 Tahun 2016 perlu dicermati ulang. Dia menilai SK diterbitkan melalui prosedur yang salah maka SK tersebut harus dibatalkan.

"Batal SK itu kalau ada kesalahan pada prosedur KPU kemudian Mendagri tidak diverifikasi. Bagaimana SK bisa menghasilkan yang salah," ungkap Margarito dalam persidangan dengan agenda kesaksian ahli di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Baru Timur, Rabu (20/7).

Menurut Margarito, SK Kemendagri tidak terbit tanpa melalui proses rangkaian sebelumnya. SK merupakan puncak dari proses rangkaian yang mendahuluinya. Oleh karena itu, penting bagi Mendagri untuk memeriksa dan memastikan bahwa prosedur harus telah dilakukan dengan baik.


"Mesti ditelusuri prosedurnya sebelum menerbitkan SK," urai Margarito."Dia mencontohkan, jika usulan yang diajukan DPRD atau Gubernur ke Mendagri dengan  nama yang salah, apakah juga disahkan? tentu perlu kehati-hatian Kemendagri untuk memeriksa dan memverifikasi apa yang diajukan.

Terkait dengan putusan dismissal oleh Ketua PTUN dalam perkara Bupati Nabire, Margarito juga menjelaskan bahwa PTUN perlu memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara aquo tersebut. Margarito memandang, SK yang diterbitkan Kemendagri soal pengangkatan Bupati terpilih Kabupaten Nabire merupakan keputusan Tata Usaha Negara.

Dengan begitu, hanya melalui PTUN menjadi jalan untuk menguji apakah SK tersebut sudah berdasarkan prosedur yang benar atau tidak. "Kan mesti dikoreksi. Koreksinya melalui apa yang melalui pengadilan," kata Margarito.
                   
Sebelumnya, hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Hendro Puspito, mengandaskan gugatan Decky Kayame, pada tahap pemeriksaan persiapan (administrasi) alias proses dismissal. Hakim beralasan bahwa perkara tersebut merupakan bukan wewenang PTUN namun menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

PERLU DISKRESI MENDAGRI
Maruarar Siahaan
Hal yang sama juga diungkap oleh Maruarar Siahaan Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI). Maruarar mengatakan SK yang dikeluarkan Mendagri merupakan wilayah sengketa Tata Usaha Negara.
"Sudah memenuhi syarat. SK itu kan dikeluarkan Mendagri sudah masuk wilayah sengketa TUN," kata Maruarar di PTUN Jakarta.

Mantan hakim MK ini juga mendorong Mandagri untuk melakukan diskresi jika terdapat kesalahan dalam penetapan Bupati. Dia menambahkan, jika Mendagri menemukan kesalahan ada putusan pengadilan setelah ditetapkan oleh KPU maka Menteri perlu melakukan diskresi.
"Kalau sudah diketahui Mendagri, di sini diskresi perlu," tukas Maruarar.  
  
                                             
Jika ada proses yang menyimpang, imbuh Maruarar, dan kepentingan umum diabaikan maka Mendagri menilai ulang. Dia bisa menolak dan menunda kalau itu (SK Mendagri) bertentangan dengan prinsip pemilu jujur adil. Itu yang dimaksud diskresi tindakan yang berbeda karena ada kebutuhan.      
        
Kuasa hukum pelawan, Jou Hasiym mengaku sudah memberitahukan kepada KPU, DPRD bahkan Menteri Dalam Negeri bahwa terdapat kesalahan prosedural dan cacat subtansi dalam pilkada, mereka sudah tahu semua,  "Tapi dengan kaca mata kuda tetap saja dilanjutkan," ujar Jou.

  Jou H. Waimahing (Jas hitam) dan rekannya
“Sekarang tinggal obyeksifitas hakim, apakah hakim mau mengali hukum berdasarkan undang undang pokok kehakiman pasal 25 dan pasal 28, kalau hakim mau mengali perkara ini maka lolos perkara ini, pungkas.

            
Dalam tahapan pilkada, ada PPK yang dipecat oleh KPU karena dianggap melakukan pelanggaran. Namun dalam proses hukum selanjutnya, PPK Distrik Dipa yang dipecat tersebut telah dibebaskan oleh Pengadilan dengan putusan inkracht. Padahal dugaan pelanggaran pada distrik tersebut mengakibatkan kerugian berupa pengurangan suara bagi pasangan Decky Kayame dan Adauktus Takerubun.

Namun pengaduan tersebut menurut Jou diabaikan oleh Kementerian Dalam Negeri. Juo Padahal kesalahan itu, kata Jou, harus dipertimbangkan oleh Mendagri sebelum mengeluarkan SK pengangkatan Bupati terpilih Kabupaten Nabire, dan surat keputusan mendagri ini adalah perkara TUN, tegas Jou.
Sementara di tempat yang sama Decky Kayame mengatakan,” Apabila perkara ini diloloskan dalam tahap perlawanan maka saya akan membeberkan semua kecurangan yang ada pada pilkada Nabire.
            
Decky Kayame
   
“Saya tidak bicara menang atau kalah, tapi saya hanya mencari kebenaran dan keadilan dalam proses perkara ini, tapi dengan jalan harus ada obyeksifitas hakim dulu, benar apa kata pencara saya hakim harus berani mengambil sikap tegas untuk membuka tabir kecurangan dalam pilkada di Nabire” tegas Decky pada wartawan JF.
Saiful Bahri Johan

Menangapi saksi ahli yang dihadirkan pihak pelawan Saiful Bahri Johan kuasa hukum Mendagri mengatakan,” secara ekplisit Margarito mengatakan karena ada dua perbedaan antara rangkaian penyelenggaraan pemilu dengan prosedur penetapan putusan Menteri Dalam Negeri, oleh karena itu kalau sesuai dengan undang undang nomor 8 tahun 2015 itu yang rangkaian itu memang kewenangan Mahkamah Kontitusi, lalu margarito mengatakan bahwa yang diuji menteri dalam negeri adalah prosedur pengajuan dari DPRD ke gubernur lalu kemendagri, dan sifat Mendagri adalah deklarasi atau deklarator hanya menetapkan saja, dan lain hal dengan maruarar yang mengatakan seharusnya Mendagri melihat rangkaian,” ungkap Saiful.

Kemudian lanjut Saiful, pak Maruarar mengatakan kembali seharusnya melihat tetapi dalam Undang undang kan dibatasi bahwa yang namanya rangkaian itu oleh KPU penetapannya oleh Mendagri, maka Saiful berkesimpulan bahwa itu kewenangan MK, jadi TUN sudah tepat mengeluarkan penetapan dalam proses dismissal tidak bisa di lanjutkan lagi, tegasnya.

Sidang dalam perkara No. 108/PLW/2016/PTUN Jakarta antara Decky Kayame (Pelawan). Melawan Menteri Dalam Negeri RI (Terlawan). Sidang yang diketuai Tri Cahya Indra Permana beranggotakan  Roni Erry Saputro, Elizabeth Tobing, di bantu panitera pengganti (PP) Diah Kumala Dewi akan dilanjuti pada 26 Juli 2016 dengan agenda kelengkapan bukti paara pihak dan saksi pelawan. edi/Jf.

Related

PILKADA 6337993012456914037
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item