3 SURAT SENIOR MANAGER PT. KAI BUAT RESAH
https://www.jakartaforum.web.id/2016/08/3-surat-senior-manager-pt-kai-buat-resah.html
Jakarta -PTUN, 3 SURAT SENIOR MANAGER PT. KAI BUAT RESAH. Mohamad Ridwan pensiunan karyawan Perusahaan Umum Pengangkut Penumpang Djakarta di singkat Perum PPD, yang telah puluhan tahun menempati kediamannya di Jalan Menera Air No. 65, RT. 003, RW. 011, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan dan ahli waris (anak kandung) dari Mohamad Iljas, sementara M. Iljas mendapatkan rumah berdasarkan Surat Penunjukkan Rumah (SPR) No. 41/Sp/I/60 tanggal 22 April 1960 yang ditanda tangani oleh Kepala Inspeksi I Djalan dan Bangunan Djawatan Kereta Api. M. Ridwan kini Terusik kenyamanan dan ketentramannya setelah menerima tiga Surat Manager Daerah Operasi (DAOP) I Jakarta atas nama Executive Vice President DAOP I Jakarta PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
Spanduk penolakan pengosongan rumah oleh PT. KAI |
Adapun ketiga surat tersebut adalah Surat Senior Manager Penjagaan Aset DAOP I Jakarta atas nama Executive Vice President DAOP I Jakarta No. 044/ASET-I/VI/D.1-2016 tanggal 14 Juni 2016, perihal Peringatan Pengosongan Aset Rumah Perusahaan Milik PT. KAI (Persero) yang ditujukan pada M. Ridwan. Kedua Surat Senior Aset I Jakarta atas nama Executive Vice President DAOP I Jakarta No. JB. 312/VI/4/D. 1-2016 tanggal 22 Juni 2016 perihal surat peringatan ke-2, yang ditujukan kepada M. Ridwan. Dan ketiga Surat Senior Manager Penjagaan Aset DAOP I Jakarta atas nama Executive Vice President DAOP I Jakarta No. K.A.203/VII/2/DO.1-2016 tanggal 14 Juli 2016 perihal peringatan ke-3 yang ditujukan kepada nama yang sama (M. Ridwan).
Atas terbitnya ketiga surat tersebut dan menjadi objek sengketa M. Ridwan melakukan upaya hukum dengan jalan menggugat ketiga surat yang diterbitkan oleh ketiga manager DAOP I Jakarta yang mengatasnamkan Executive Vice President DAOP I Jakarta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur Pulogebang Jakarta Timur dan di daftarkan pada tanggal 30 Juni 2016, melalui kuasa hukumnya yang tergabung dalam TURANGGA PRABANDONO TSANI yang diwakili oleh Teddy Turangga, Rio Riyadi, M. Rizaldi, Taufik Azis, Jetro Joshua, dan Riko W. Sitanggang.
Sidang perdana dalam agenda pembacaan gugatan dan jawaban tergugat, Kamis (18/8) dalam perkara No. 159/G/2016/PTUN Jakarta antara Mohamad Ridwan (Penggugat), melawan Executive Vice President DAOP I Jakarta PT. Kereta Api Indonesia (Persero) selaku tergugat yang dihadiri kuasa para pihak.
Dalam gugatannya penggugat mendalilkan bahwa gugatan masih dalam tenggang waktu dan objek sengketa di daftarkan pada tanggal 30 Juni 2016 sedangkan objek sengketa I baru diketahui oleh penggugat pada tanggal 17 Juni 2016, sementara objek gugatan kedua diketahui pada tanggal 22 Juni 2016, dan objek sengketa ketiga diketahui pad tanggal 14 Juli 2016. Sedang objek sengketa ketiga diketahui penggugat setelah dilaksanakan sidang persiapan pemeriksaan (Sidang awal di Pengadilan TUN).
KRONOLOGIS, DASAR DAN ALASAN GUGATAN
Mohamad Iljas adalah pegawai Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) yang telah pensiun sejak September 1975 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Perhubungan (Menhub) No. 32939/MP/75 tanggal 18 Juni 1975 yang di tanda tangani oleh Kepala Dinas Personil Perusahaan Jawatan Kereta Api aatas nama Menhub. Bersama seorang istri dan lima orang anak diantaranya Mohamad Ridwan (kini penggugat) mendapatkan hak dari PJKA untuk menghuni sebuah rumah atau tempat tinggal semi permanen yang terletak di samping bengkel besar Manggarai di atas lahan seluas 108 M2 sementra bangunannya seluas 74 M2 yang terletak di jalan Menara Air No. 65 RT.0 RT. 003, RW. 011, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Tim Kuasa Hukum dari kantor advokat Turangga Prabandono Tsani
|
Ahli waris M. Ridwan dari M. Iljas secara nyata dan jelas berdasarkan SK Menteri Perhubungan No. 32939/MP/75 tanggal 18 Juni 1975 dan diperkuat dengan Surat Keterangan Lurah, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta selatan No. 1257/27.1/31.74.01.1007.-071.562/2016 tanggal 22 Juni 2016. Sepeningalnya M. Iljas, M. Ridwan sebagai ahli waris menghuni dan merawat dengan baik rumah tersebut, serta membayar pajak Bumi dan bangunan tidak pernah menunggak selama 56 tahun terhitung sejak tahun 1960, dan selama menghuni rumah tersebut M. Iljas mau pun ahli warisnya (M. Ridwan) tidak pernah ada sengketa atau klaim dari pihak manpun, baru kali ini setelah Menteri Perhubungan di pegang oleh Ignasius Jonan melalui Executive Vice President DAOP I Jakarta PT. Kereta Api Indonesia (Persero) timbul sengketa (gugatan a quo). Namun berdasarkan SPR No. 41/Sp/I/60 tanggal 22 April 1960 atas nama mohammad Iljas yang di tanda tangani Kepala Inspeksi I Djalan dan Bangunan Djawatan Kereta Api dan keputusan tersebut secara sah adalah keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), bahwa M. Iljas dengan ahli waris M. Ridwan adalah pemilik yang sah atas lahan yang ditempati selama kurang lebih 56 tahun.
Bahwa kemudian tergugat menerbitkan yang menjadi objek sengketa dalam perkara a quo yang pada pokoknya agar penggugat mengosongkan tanah dan rumah yang telah di diaminya selama puluhan tahun tanpa memperhatikan dan berdasarkan peraturan dan perundang undangan yang berlaku, serta tidak di dasari dengan adanya suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewisjde), dan tanpa di dasari atas surat penetapan eksekusi dari pengadilan, juga tergugat nyata tidak melaksanakan asas – asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik itu sama saja tergugat telah mengangkangi hukum yang berlaku di negara ini dan perbuatan tergugat dapat di kategorikan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power), dan tergugat telah melanggar AAUPB sebagaiman yang ditentuka dalam pasal 53 UU No. 5/86 yang telah diubah dengan UU No. 9/04 tentang Peradilan TUN.
Berdasarkan alasan dan uraian di atas maka menjadi terang dan jelas serta terbukti ketiga objek sengketa yang ditebitkan oleh tergugat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di lingkungan PT. Kereta Api (Persero) No. KEP.U/JB.312/IV/11-2013, Khusus diktum pertama dan Surat Edaran direktur Aset Non Railways No. 14/JB.312/KA-2013, patut hakim PTUN Jakarta membatalkan ketiga objek sengketa.
RENUNGAN
Kejadian pengusuran atau pengosongan lahan atau rumah yang diklaim oleh penguasa adalah satu hal yang harus di perhitungkan dengan sangat bijak pelaksanaannya bukan dengan arogansi kekuasaan atau mentang – mentang berkuasa, sebab kalau pelaksanaan pengusuran atau pengosongan suatu lahan atau rumah dengan gaya arogansi kekuasaan maka terjadi kerusuhan massal yang ujung – ujungnya akan memakan korban baik nyawa atau materil. Kalau penguasa beralasan bahwa itu lahan dan rumah milik negara atau pemerintah kenapa tidak adri awal ditertibkan, kenapa sudah puluhan tahun baru terjadi pengusuran atau pengosong suatu lahan atau rumah, alasan apapun yang dikemukan oleh penguasa tidak tepat itu karena penguasa teledor dalam menertibkan kepentingannya. Memang penguasa bisa memakai atau menggunakan aparat yang ada sebagai pendukung untuk sukses pengusuran atau pengosongan lahan atau rumah, tapi bagaimana dengan korban pengusuran atau pengosong itu, apakah mereka bisa menggunakan aparat untuk mendukungnya’imposible’ dan satu perumpamaan, bagaimana seorang pensiunan suatu lembaga yang keturunannya atau anaknya menjadi hakim di suatu pengadilan lalu lahan atau rumahnya dapat perintah untuk digusur atau dikosongkan lahan atau rumahnya walau mereka telah menempati lahan atau rumahnya puluhan tahun tidak layaknya seperti perkara M. Ridwan, pertanyaannya apakah akan diperlakukan sama dengan pensiunan yang anaknya bukan seorang hakim, apakah ada tebang pilih terhadap hal tersebut ?. Dan apakah hal ini pernah terjadi kepada pensiunan yang anaknya seorang hakim ? ini hanya sebagai bahan renungan bagi mereka yang akan melaksanakan kebijakan dan tugasnya.
Sidang perkara No. 159/G/2016/PTUN Jakarta antara M. Ridwan sebagai penggugat, melawan Executive Vice President DAOP I Jakarta PT. Kereta Api Indonesia (Persero) selaku tergugat yang diketuai Baiq Yuliani, beranggotakan Adhi Budhi Sulistyo dan Edi Septa Surhaza, akan dilanjutkan pada hari Kamis 1 September 2016 dengan agenda replik. edi/Jf.