BERSIKAP KRITIS DI KOMUNISKAN ???

Jakarta -(PTUN)BERSIKAP KRITIS DI KOMUNISKAN ???. Ketua majelis hakim Elizabeth I.E.H.L. Tobing saat membacakan amar putusannya mengatakan menolak seluruhnya gugatan Dolorosa Sinaga. Keputusan itu dibacakan oleh ketua mejelis hakim Elizabeth Tobing, dan beranggotakan Tri Cahya Indra Permana dan Roni Erry Saputro, Kamis (10/11) gugatan Dolorosa dari Belok Kiri Fest akhirnya kandas di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dolorosa menggugat Kepala Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (TIM) lantaran mencabut izin pelaksanaan Belok Kiri Fest yang seharusnya dilakukan pada awal tahun 2016.


"Mengadili menerima eksepsi tergugat pertama.  Dalam pokok perkara Menolak gugatan penggugat  seluruhnya. Dan menolak eksepsi selebihnya," kata Elizabeth di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Jalan Sentra Primer Baru Timur.

Dalam pertimbangannya, hakim PTUN menganggap penggugat tak memiliki dasar untuk mengajukan penggugat tidak punya kepentingan untuk  mengajukan gugatan. Menurut hakim, langkah pengelola TIM dengan mencabut izin pelaksanaan tepat lantaran pihak penggugat tidak mengurus izin keramaian yang diminta pihak Pengelola TIM.

Perkara No. 117/G/2016/PTUN-JKT dimulai saat Belok Kiri Fest berencana menyelenggarakan festival yang di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 27 Februari 2016. Namun sehari menjelang pelaksanaan, pihak pengelola TIM membatalkan izin penyelenggara dengan alasan pihak Belok Kiri Fest tidak memiliki izin keramaian dari pihak Kepolisian. Tak terima perlakuan pengelola Taman Ismail Marzuki (TIM), Dolorosa sebagai penyelenggara acara tersebut mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Gugatan itu untuk menilai secara formil apakah pengelola memiliki hak untuk mencabut izin atau tidak. 

Kuasa hukum Dolorosa, Pratiwi Febry menyatakan, pencabutan izin yang dilakukan pengelola TIM merupakan kebijakan yang tidak etis yang ditunjukkan ke publik. Karena menurut Pratiwi, mekanisme baru yang ada di TIM soal adanya izin keramaian tidak disosialisasikan dengan baik kepada pengguna sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak kliennya.

Selain itu, dia menyatakan bahwa perizinan yang diminta oleh pihak pengelola sedang diurus. "Tidak benar itu”. Penggugat baru diberitahu soal izin keramaian dalam keputusannya karena ada perubahan mekanisme di TIM yang mengharuskan izin keramaian tapi itu tidak disosialisasi. Dan itu pun sedang diurus," kata Pratiwi saat ditemuai usai persidangan di Pengadilan TUN oleh wartawan Jakarta Forum.

Dengan begitu, Pratiwi menilai pertimbangan hakim dalam gugatannya cenderung parsial. Hakim memotong-motong penjelasan dalam fakta persidangan yang dijadikan pertimbangan hukum saat memutuskan perkara. Salah satu yang diungkap oleh Pratiwi adalah soal tanggal pemberian izin kepada Belok Kiri Fest. Ada perbedaan tanggal yang dibacakan hakim soal pemberian izin. Pratiwi menyatakan izin baru diserahkan kepada panitia pada tanggal 22 Februari bukan pada tanggal 18 Februari 2016.

Lebih lanjut dia menilai pencabutan izin yang dilakukan pihak pengelola TIM juga bertentangan dengan UU PTUN. Pihak pengelola, sambung Pratiwi tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin penyelenggaraan Belok Kiri Fest karena pencabutan itu kewenangan pihak kepolisian.

Dolorosa

"Pencabutan izin itu boleh dilakukan minimal H-10 sesuai UU Administrasi pemerintahan. Selain itu UU PTUN pasal 53 izin harus dicabut oleh orang yang berwenang. Ini izin  dicabut oleh tergugat merupakan yang seharusnya menjadi kewenangan Kepolisian," kata Paratiwi.

Sementara itu, Dolorosa Sinaga selaku prinsifal mengatakan pencabutan izin merupakan bentuk kesewenangan oleh pihak pengelola. Padahal secara konstitusi warga negara hak menyatakan pendapat dimuka umum dilindungi. Karenanya, Dolorosa menyatakan akan tetap melakukan perlawanan terkait tindakan refresif yang dilakukan kepadanya.

"Saya pikir yang dia lakukan adalah pembatalan sepihak dan dia menggunakan jabatannya secara sewenang-wenang. Saya nyatakan kalau perilaku represif terhadap seluruh gagasan kegiatan berekspresi dan berpendapat yang dilakukan di negeri ini harus dilawan," ujar Dolorosa.

                              Saat ditanya apakah pencabutan izin itu terkait dengan pemutaran Pulau Buru, Dolorosa menganggap itu alasan yang tak masuk akal. Dia mengatakan, pemutaran film tidak ada kaitannya dengan Taman Ismail Marzuki. "Pemutaran film Pulau Buru tidak ada kaitannya dengan TIM. Itu sudah terlalu dicari-cari,"katanya.

“Sebelumnya pemutaran film pulau buru ini sudah dibaca oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Ketua Unit Pelaksana, dan sudah di setujui untuk dilaksanakan pemutarannya.

Terkait apakah ada tekanan secara politik terhadap Belok Kiri Fest, Dolorosa mengatakan,”Semua partai yang ada di Indonesia ada ideologinya kenapa bisa hidup, kenapa partai komunis tidak bisa hidup, jadi kalau kita kritis kita akan di komuniskan, Belok Kiri apa sih, ini kan sebuah gagasan kok, membuka ruang bagi anak muda untuk bersikap kritis, apa yang salah ? tanya Dolorosa.  

Justru pencabutan izin itu, adanya tekanan pihak tertentu untuk membatalkan acara yang diselennggarakan. Tapi dia menolak untuk menjelaskan tekanan dari siapa. "Jelas itu ada tekanan. Pemerintah ini kan parno. Belok kiri ini hanya gagasan kok membuka ruang bagi anak muda untuk kritis, apa yang salah?,"  tanya jebolan Istitut Kesenian Jakarta (IKJ).

Terkait keputusan hakim yang menolak gugatannya, Dolorosan memastikan akan mengajukan banding terkait keputusan tersebut. "Kita sudah dengar putusan hakim, saya akan banding memori banding akan saya sebarkan ke publik," pungkas Dolorosa.(edi/JF)


Related

Peristiwa 3879397145366488392
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item