PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
https://www.jakartaforum.web.id/2017/03/pemanfaatan-panas-bumi-untuk.html
Jakarta -PEMANFAATAN PANAS BUMI UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT. Panas bumi (geothermal) sebagai salah satu potensi jasa lingkungan di kawasan konservasi semakin diperhitungkan keberadaannya. Potensi panas bumi di Indonesia tersebar membentuk jalur gunung api (ring of fire), mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara sampai dengan Maluku. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), panjang jalur tersebut sekitar 7.500 km dan lebar 50-200 km, dengan potensi sekitar 29.543,5 Mega Watt (MW). Potensi tersebut tersebar di 330 lokasi yang merupakan kawasan hutan baik hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi. Pemanfaatan potensi ini masih tergolong rendah, yaitu sekitar 5,12% atau 1.513,5 MW.
Dalam komunikasi publik terkait panas bumi yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (07/03/2017), Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Karliansyah menyampaikan bahwa dari segi lingkungan hidup, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) harus memenuhi sejumlah kebijakan. Diantaranya eksplorasi geothermal harus ada izin lingkungan dan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). “Izin pembuangan limbah domestik ini diajukan ke BLH Kabupaten/Kota,” jelas Karliansyah. Sesuai dengan PermenLH No. 21/2008, PLTP pun harus memenuhi Baku Mutu Emisi (BME) bagi Pembangkit Listrik Termal (H2S, NH3). “Sehingga GRK yang dihasilkan akan menjadi sangat minim,” tambah Karliansyah.
Dalam komunikasi publik terkait panas bumi yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (07/03/2017), Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Karliansyah menyampaikan bahwa dari segi lingkungan hidup, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) harus memenuhi sejumlah kebijakan. Diantaranya eksplorasi geothermal harus ada izin lingkungan dan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). “Izin pembuangan limbah domestik ini diajukan ke BLH Kabupaten/Kota,” jelas Karliansyah. Sesuai dengan PermenLH No. 21/2008, PLTP pun harus memenuhi Baku Mutu Emisi (BME) bagi Pembangkit Listrik Termal (H2S, NH3). “Sehingga GRK yang dihasilkan akan menjadi sangat minim,” tambah Karliansyah.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Masripatin, menjelaskan geothermal dalam konteks NDC. “Melihat geothermal dalam konteks NDC Indonesia atau keseluruhan komitmen indonesia melalui sektor energi, komitmen Indonesia melalui NDC di sektor energi dengan target 11% dari 29% target yang dijanjikan, atau 14% dari total 38% dengan dukungan internasional,” ujar Nur Masripatin. Komitmen tersebut akan dipenuhi melalui efisiensi penggunaan energi final, dan pemanfaatan green coal technology. Lebih lanjut Nur Masripatin menyampaikan, “Dan yang terkait topik kita hari ini yaitu produksi listrik energi baru terbarukan. Dan energi yang berasal dari panas bumi salah satunya”. Disamping itu, target NDC sektor energi diupayakan melalui penggunaan bahan bakar nabati pada sektor transportasi, serta penambahan jaringan gas dan SPBG.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang diwakili oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, Is Mugiono, menjelaskan adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi, khususnya penggantian UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi menjadi UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Pada kebijakan yang baru terdapat perubahan mendasar, yaitu pemanfaatan panas bumi tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan, dan diizinkannya pemanfaatan potensi panas bumi di kawasan konservasi, dengan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (Pasal 24 ayat (3) beserta penjelasannya).
Seiring dengan perubahan tersebut, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Dalam perubahan tersebut sebagaimana Pasal 1 dinyatakan bahwa: “Pemanfaatan jasa lingkungan adalah pemanfaatan kondisi lingkungan berupa pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis, dan peninggalan budaya yang berada dalam KSA dan KPA, yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan wisata alam, pemanfaatan air serta energi air, penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan panas matahari dan angin, serta pemanfaatan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.” Dalam Pasal 35, dinyatakan bahwa taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan, antara lain energi panas bumi. Demikian pula, pemanfaatan untuk Taman Hutan Raya (Pasal 36) dan Taman Wisata Alam (Pasal 37).
“Beberapa kawasan Taman Nasional (TN) yang memiliki potensi panas bumi diantaranya adalah TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Bukit Barisan Selatan, TN Gunung Halimun Salak, TN Gunung Ciremai, dan TN Gunung Rinjani,” jelas Is Mugiono.
Sebagai arahan teknis mengenai pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi, Menteri LHK telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 tanggal 23 Mei 2016 Tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Berdasarkan ketentuan peralihan dalam PermenLHK tersebut, saat ini telah diterbitkan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (IPJLPB) Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan, kepada:
1. PT. PGE–CGS, Ltd. pada Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dengan Areal Kegiatan Usaha seluas 228,69 Hektar di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 1/1/IPJLPB/PMDN/2016 tanggal 12 Agustus 2016); dan
2. PT. IP pada Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 13,725 Hektar di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 1/1/IPJLPB/PMDN/2017 tanggal 17 Januari 2017).
Saat ini, pemanfaatan panas bumi yang dioperasionalkan oleh PT. PGE-CGS, Ltd di Taman Nasional Gunung Halimun Salak menghasilkan energi listrik dengan kapasitas sebesar 377 Mega Watt (MW), sedangkan yang dioperasionalkan oleh PT. IP sebesar 180 MW.
Untuk proses IPJLPB bagi pengembang panas bumi atas nama PT. PGE, dengan kapasitas listrik terpasang sebesar 235 MW di CA Kamojang, dan atas nama CGI, dengan kapasitas listrik terpasang sebesar 270 MW di CA Papandayan, KemenLHK sedang mengkaji perubahan fungsi sebagian CA tersebut. Perubahan fungsi sebagian CA menjadi fungsi TWA misalnya, menjadi hal mendasar untuk dilakukannya proses penerbitan IPJLPB tahap eksploitasi dan pemanfaatan.
Dengan tetap mempertahankan dan memperbaiki mutu pengelolaan kawasan konservasi, babak baru pemanfaatan panas bumi pada kawasan konservasi di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam diharapkan memberikan kontribusi dalam kerangka mendukung ketahanan dan kedaulatan energi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang diwakili oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, Is Mugiono, menjelaskan adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi, khususnya penggantian UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi menjadi UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Pada kebijakan yang baru terdapat perubahan mendasar, yaitu pemanfaatan panas bumi tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan, dan diizinkannya pemanfaatan potensi panas bumi di kawasan konservasi, dengan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (Pasal 24 ayat (3) beserta penjelasannya).
Seiring dengan perubahan tersebut, Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 108 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Dalam perubahan tersebut sebagaimana Pasal 1 dinyatakan bahwa: “Pemanfaatan jasa lingkungan adalah pemanfaatan kondisi lingkungan berupa pemanfaatan potensi ekosistem, keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis, dan peninggalan budaya yang berada dalam KSA dan KPA, yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan wisata alam, pemanfaatan air serta energi air, penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan panas matahari dan angin, serta pemanfaatan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.” Dalam Pasal 35, dinyatakan bahwa taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan, antara lain energi panas bumi. Demikian pula, pemanfaatan untuk Taman Hutan Raya (Pasal 36) dan Taman Wisata Alam (Pasal 37).
“Beberapa kawasan Taman Nasional (TN) yang memiliki potensi panas bumi diantaranya adalah TN Gunung Leuser, TN Kerinci Seblat, TN Bukit Barisan Selatan, TN Gunung Halimun Salak, TN Gunung Ciremai, dan TN Gunung Rinjani,” jelas Is Mugiono.
Sebagai arahan teknis mengenai pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi, Menteri LHK telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor: P.46/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2016 tanggal 23 Mei 2016 Tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Berdasarkan ketentuan peralihan dalam PermenLHK tersebut, saat ini telah diterbitkan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (IPJLPB) Tahap Eksploitasi dan Pemanfaatan, kepada:
1. PT. PGE–CGS, Ltd. pada Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dengan Areal Kegiatan Usaha seluas 228,69 Hektar di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 1/1/IPJLPB/PMDN/2016 tanggal 12 Agustus 2016); dan
2. PT. IP pada Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 13,725 Hektar di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atas nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 1/1/IPJLPB/PMDN/2017 tanggal 17 Januari 2017).
Saat ini, pemanfaatan panas bumi yang dioperasionalkan oleh PT. PGE-CGS, Ltd di Taman Nasional Gunung Halimun Salak menghasilkan energi listrik dengan kapasitas sebesar 377 Mega Watt (MW), sedangkan yang dioperasionalkan oleh PT. IP sebesar 180 MW.
Untuk proses IPJLPB bagi pengembang panas bumi atas nama PT. PGE, dengan kapasitas listrik terpasang sebesar 235 MW di CA Kamojang, dan atas nama CGI, dengan kapasitas listrik terpasang sebesar 270 MW di CA Papandayan, KemenLHK sedang mengkaji perubahan fungsi sebagian CA tersebut. Perubahan fungsi sebagian CA menjadi fungsi TWA misalnya, menjadi hal mendasar untuk dilakukannya proses penerbitan IPJLPB tahap eksploitasi dan pemanfaatan.
Dengan tetap mempertahankan dan memperbaiki mutu pengelolaan kawasan konservasi, babak baru pemanfaatan panas bumi pada kawasan konservasi di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam diharapkan memberikan kontribusi dalam kerangka mendukung ketahanan dan kedaulatan energi.