INDONESIA DAN UNI EROPA MAJU PESAT DALAM PERDAGANGAN PRODUK KAYU BER-SVLK

Jakarta -INDONESIA DAN UNI EROPA MAJU PESAT DALAM PERDAGANGAN PRODUK KAYU BER-SVLK. Sejak Indonesia mulai menerbitkan Lisensi FLEGT pada 15 November tahun lalu, sudah terbit 11.817 Lisensi FLEGT ke 27 negara anggota Uni Eropa, kecuali Luxemburg.  Ekspor produk perkayuan berlisensi FLEGT sebesar 298.5 juta kilogram, dengan nilai US$ 409,3 juta (data sampai dengan 28 Februari 2017). 

FLEGT singkatan dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade, atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan. Sejak 15 Nopember 2016, Indonesia mencatat sejarah ketika negosiasi mencapai kesepakatan dimulainya pelaksanaan FLEGT VPA.

  
Indonesia hingga saat ini merupakan negara pertama dan satu-satunya di dunia pemegang Lisensi FLEGT. Dengan Lisensi FLEGT maka produk perkayuan Indonesia dijamin melewati green-lane (jalur hijau) untuk memasuki pintu import negara-negara anggota Uni Eropa, karena telah memenuhi European Union Timber Regulation (EUTR). 

Seperti diketahui, EUTR mewajibkan seluruh operator (importir, pedagang kayu) melakukan due diligence (uji tuntas) untuk memastikan bahwa produk perkayuan yang akan diimport bukan berasal dari illegal logging. Uji tuntas tidak perlu dilaksanakan, apabila import dilakukan dari negara yang sudah menandatangani dan melaksanakan Kesepakatan Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement-VPA) tentang FLEGT dengan Uni Eropa. Indonesia berhak menerbitkan Lisensi FLEGT setelah menandatangani FLEGT-VPA dengan Uni Eropa, September 2013, dan mulai mengimplementasikan Lisensi FLEGT sejak 15 November 2016. Lisensi FLEGT Indonesia diperoleh melalui penerapan system sertifikasi yang disebut sebagai Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), menunjukkan bahwa SVLK kredibel sehingga diterima oleh Uni Eropa sebagai suatu mekanisme untuk membuktikan legalitas produk perkayuan Indonesia.

Pada tanggal 4 April 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengundang perwakilan para pemangku kepentingan kehutanan untuk bersama-sama mengkaji pelaksanaan FLEGT-VPA. Acara yang berlangsung di Gedung Manggala Wanabakti tersebut merupakan awal (kick-off) sebelum nantinya akan dihelat juga di berbagai kota penghasil produk ekspor perkayuan, seperti di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin, dan Bali. Acara di Jakarta tersebut mengundang perwakilan kementerian/ lembaga terkait, asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan dan perkayuan, akademisi, LSM, pelaku usaha, lembaga sertifikasi. Hadir juga dalam acara tersebut Mr. Charles-Michel Geurts, Deputy Head of EU Delegation/Deputy Ambassador Uni Eropa di Jakarta.

Ir. Laksmi Dhewanti, M.A. Staff Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional mengatakan bahwa membuat sistem baru menjadi operasional memang selalu memiliki tantangan tersendiri yang kadang tak terduga.

Namun demikian, pihak-pihak terkait di Indonesia, Komisi Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa telah menunjukkan diri mampu mengelola dan menanggulangi sekian tantangan kecil melalui komunikasi yang intensif. 

Sementara itu, Mr. Charles-Michel Geurts, Deputy Head of EU Delegation mengingatkan bahwa Peraturan Perkayuan Uni Eropa (EUTR) memegang  tiga prinsip:
1.    EUTR melarang menempatkan di pasar Uni Eropa produk perkayuan serta semua produk yang terbuat dari kayu ilegal (termasuk mebel/komponen mebel);
2.    EUTR mengharuskan para pedagang Uni Eropa yang menempatkan produk-produk kayu di pasar Uni Eropa untuk melakukan  prosedur 'due diligence' (uji tuntas);
3.    EUTR mengharuskan operator Uni Eropa untuk mengarsipkan seluruh data pemasok dan pembeli mereka.

Lebih lanjut Mr. Geurts menegaskan bahwa Lisensi FLEGT yang valid membebaskan operator dari kewajiban uji tuntas, karena Lisensi FLEGT merupakan bukti legalitas kayu. “Jika lisensi atau dokumen pengapalannya bermasalah, otoritas kompeten FLEGT akan menghubungi Licensing Information Unit (LIU). Apabila ada produk yang tidak dicakup dalam VPA namun masuk dalam daftar EUTR, maka EUTR tetap berlaku, sehingga terhadap produk dimaksud wajib dilakukan uji tuntas” demikian kata Mr. Geurts. 

Sementara itu, Ir. Laksmi Dhewanti menambahkan, dengan Lisensi FLEGT, furnitur dari Indonesia memiliki posisi tawar kuat. ”Namun demikian, hendaknya kita juga tidak boleh lupa bahwa sekian faktor pasar ikut bermain, misalnya desain, mutu, daya saing secara industri.” Sering dikatakan Indonesia kalah dibandingkan apabila dibandingkan produsen furnitur besar pesaing, seperti Vietnam. “Namun, sebenarnya negara-negara di kawasan Asia saat ini sedang berlomba-lomba untuk mencapai standar tinggi yang dipancang oleh Indonesia, dan mereka sibuk membuat sekian kesepakatan untuk mengejar ketinggalan tersebut,” katanya.
                       

Related

Peristiwa 5103164176863880670
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item