Stakeholder Meeting Pembangunan Industri Kelapa Sawit Papua: Pemerintah Dan Masyarakat Dukung Industri Sawit

Jakarta -Stakeholder Meeting Pembangunan Industri Kelapa Sawit Papua: Pemerintah Dan Masyarakat Dukung Industri Sawit. Para pemangku kepentingan (stakeholders) berkumpul di Jakarta pada Senin (24/7) guna membahas tantangan dan hambatan industri perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Boven Digoel, Propinsi Papua. Hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Bupati Merauke Frederikus Gebze, SE, M.Si, Bupati Boven Digoel Benediktus Tambonop, S.STP, H.Hamdhani (Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Nasdem) DR. Nyoto Santoso (Bioref IPB), dan beberapa orang perwakilan masyarakat pemilik hak ulayat di Merauke dan Boven Digoel.

LSM asing (Mighty Earth dari Amerika dan AidEnvironment dari Belanda) yang kerap melakukan kampanye negatif tentang industri kelapa sawit nasional tidak hadir dalam pertemuan, meski sudah menerima undangan dan disinyalir sedang berada di Jakarta. Berdasarkan dari hasil penelusuran, LSM Mighty Earth ini merupakan campaign arm ataupun bagian kampanye dari Waxman Strategies, sebuah perusahaan lobby dari Amerika Serikat.


Dalam pertemuan, para stakeholders (pemangku kepentingan) menyepakati empat point yaitu: Pertama, pemerintah daerah dan masyarakat Merauke serta Boven Digoel merupakan stakeholder utama dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di kedua daerah tersebut; Kedua, dibutuhkannya investor untuk ikut berpartisipasi aktif membangun daerah; Ketiga, kebun masyarakat di kedua daerah tersebut harus segera direalisasikan sebagai wujud amanah perundang-undangan yang berlaku dan bagian dari pembangunan daerah dan; Keempat, Forum stakeholder ini adalah wadah urun rembug persoalan-persoalan pembangunan Kelapa Sawit di kedua wilayah tersebut.


Pertemuan ini digagas untuk merespon keluhan masyarakat atas maraknya kampanye negatif dari NGO asing (Mighty Earth dan AidEnvironment) yang membuat perusahaan sawit di Merauke dan Boven Digoel belum juga membuka kebun masyarakat.

Terkait butir pertama, para stakeholders yang hadir menyayangkan adanya kampanye negatif NGO asing seperti Mighty Earth dan AidEnvironment. Perwakilan masyarakat yang merupakan para pemilik hak ulayat (tanah adat) tidak terima atas ikut campur tangannya NGO atas urusan tanah adat milik mereka.

Seperti dipaparkan masyarakat adat, masyarakat pemilik ulayat di pertengahan Juli 2017 lalu telah melayangkan surat kepada Mighty Environment dan juga AidEnvironment.

Dalam suratnya, mereka menegaskan kedua NGO ini untuk menghentikan campur tangan di tanah hak ulayat masyarakat karena yang merasakan dampaknya adalah masyarakat sendiri, bukan dari pihak luar.

Di suratnya tersebut, masyarakat juga meminta NGO untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk membuka lahan menjadi kebun masyarakat sebagai usaha meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Tolong jangan halangi kami untuk maju dengan berbagai alasan lingkungan,” tulis Demianus Blamen, Tuan Dusun Nakias di suratnya tertanggal 10 Juli 2017.

Pada point lainnya, kehadiran investor yang melakukan pembangunan perkebunan kelapa sawit diapresiasi pemerintah daerah dan masyarakat. Sejak hadirnya perusahaan sawit telah nampak perubahan yang terjadi seperti telah dibangunnya sekolah, rumah sakit, tempat ibadah, dan pembangunan infrastruktur.

Seperti diungkapkan Bupati Merauke, areal APL (Area Penggunaan Lain) di Propinsi Papua hanya 6% dan semua kebun kelapa sawit di bangun di dalam areal itu. Namun kebanyakan areal APL belum direalisasikan. Situasi Papua pada saat ini, masih butuh pembangunan dan pemerintah daerah tetap menjaga alam di luar APL 6%.

Untuk diketahui, luas APL di Papua totalnya hanya 6%. Seluruh Kebun Sawit di Papua berada di areal APL, bukan di kawasan hutan dan bukan deforestasi. Saat ini kondisi di Papua tidak semua areal APL telah  direalisasikan. Disisi lain Pemda Papua terus berkomitmen untuk menjaga areal Kawasan Hutan diluar areal APL.

Perwakilan tokoh masyarakat Merauke ikut bersuara. Pastor Felix Amias MSC yang juga merupakan anggota Missionariorum Sacratissimi Cordis (MSC) di depan seluruh peserta meeting mengkisahkan pengalaman waktu kecilnya yang serba sulit. Namun semenjak kehadiran perkebunan sawit di Merauke dan Boven Digoel kondisi saat ini semakin membaik. “Kini anak-anak tidak perlu lagi seperti saya sewaktu kecil yang ketika itu harus mendayung perahu dua malam hanya untuk mencari SMP.

Mengenai kebun masyarakat (plasma), dilaporkan oleh masyarakat bahwa saat ini realisasi pembangunannya terhambat karena berbagai tuntutan dan tekanan NGO asing seperti Mighty Earth dan AidEnvironment melalui isu lingkungan.

“Kami sudah menunggu perusahaan membuka kebun untuk pemilik hak ulayat tersebut, tapi sampai sekarang perusahaan belum juga bersihkan lahan untuk bisa kami tanam kelapa sawit,” ujar kata Abraham Yolmen Ketua Koperasi Serba Usaha Merauke.

“Awalnya kami pikir mungkin perusahaan sengaja ulur-ulur waktu,’’ katanya. Namun dalam beberapa minggu terakhir pihaknya baru mengetahui alasan perusahaan belum membuka kebun bagi masyarakat pemilik hak ulayat tersebut. Karena pihak perusahaan mendapat tekanan dari LSM seperti Mighty Earth dari Amerika dan AidEnvironment dari Belanda.

Mewakili masyarakat pemilik hak ulayat di Kab. Merauke, Simon Walinaulik menegaskan pihaknya tidak mau LSM itu ikut campur dan melarang perusahaan. Karena yang akan dibuka ini adalah lahan milik masyarakat sendiri yang sudah masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) yang telah mendapatkan izin dari pemerintah. 

Atas dasar itu, para stakeholders di meeting ini mengambil kesepakatan bersama agar kebun masyarakat ini segera direalisasikan.

Dalam point terakhir juga dicapai kesepakatan bahwa forum stakeholders ini terbuka bagi semua pihak termasuk LSM yang ingin memberikan masukan. Apabila ada pihak yang ingin menyampaikan pendapat agar disampaikan melalui wadah forum seperti ini di daerah agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Related

Peristiwa 2733217534388657826
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item