KLHK Kendalikan Tumbuhan Invasif Asing di Taman Nasional Baluran
https://www.jakartaforum.web.id/2017/08/klhk-kendalikan-tumbuhan-invasif-asing.html
Jakarta -KLHK Kendalikan Tumbuhan Invasif Asing di Taman Nasional Baluran. Kementerian LHK, Selasa, 1 Agustus 2017. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengundang akademisi, dan pemangku kepentingan untuk merumuskan upaya pengendalian ancaman jenis asing invasif (JAI) di Taman Nasional (TN) Baluran.
Mewakili Direktur Jenderal KSDAE dalam Workshop “Pemulihan Ekosistem Pengendalian Jenis Asing Invasif Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran” di Jakarta, (31/7/2017) Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK), Is Mugiono mengatakan ancaman JAI pada beberapa kawasan konservasi di Indonesia mencapai kondisi “bahaya”. Hal ini dapat berdampak pada penggeseran dan ancaman kepunahan keberadaan ekosistem asli kawasan.
Mewakili Direktur Jenderal KSDAE dalam Workshop “Pemulihan Ekosistem Pengendalian Jenis Asing Invasif Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran” di Jakarta, (31/7/2017) Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK), Is Mugiono mengatakan ancaman JAI pada beberapa kawasan konservasi di Indonesia mencapai kondisi “bahaya”. Hal ini dapat berdampak pada penggeseran dan ancaman kepunahan keberadaan ekosistem asli kawasan.
Is Mugiono berharap forum ini dapat memberikan kontribusi positif rencana aksi dalam upaya mencegah invasif spesies asing ini. Sejauh ini, JAI berperan besar terhadap penyusutan luas ekosistem savana yang merupakan habitat Banteng Jawa (Bos javanica). Pendataan terakhir mencatat jumlah banteng tersisa sebanyak 28 ekor.
“Peta sebaran Acacia nilotica pada kawasan TN Baluran mencapai luasan 5.592 Ha pada berbagai tipe habitat dengan tingkat serangan dari ringan hingga berat. Invasi terluas pada habitat savana dengan luasan 2.775 Ha,” terang Is Mugiono.
Serangan jenis invasif di Indonesia cukup banyak antara lain: Acacia nilotica di TN Baluran, Arenga obtusifolia di TN Ujung Kulon, Acacia decuren di TN Merpai dan Merbabu, Meremia peltata di TN Bukit Barisan Selatan, Spatodea campanulata di TN Bantimurung Bulusaraung, dan sebagainya. Kondisi tersebut harus segera disikapi dengan rencana tindakan nyata secara tuntas sehingga mampu mengembalikan kepercayaan internasional bahwa Indonesia mampu menjaga kekayaan biodiversitasnya.
Hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi penanganan JAI. Dari sisi teknis perlunya penerapan teknologi yang mendukung efektivitas dan percepatan pelaksanaan di lapangan. Pedoman pelaksanaan penanganan invasi dan pemulihan ekosistem juga perlu diperkuat. Misalnya regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah kayu hasil pengendalian tegakan. Di samping itu, perlu dukungan berbagai pihak untuk tahapan sosialisasi hingga menyentuh aspek di luar kawasan.
Pada kesempatan ini, Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto, memberikan gambaran tentang pemanfaatan tanaman Acacia nilotica yang telah dilakukan oleh masyarakat Situbondo. Dadang mengajukan gagasan penanganan dan pengendalian JAI Acacia nilotica di TN Baluran dari aspek sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan fasilitasi pemerintah daerah, masyarakat pemanfaat tanaman Acacia nilotica yang tergabung dalam kelembagaan/kelompok dapat menjalin kerjasama dengan TN Baluran yang mengikat hak dan kewajiban kedua belah pihak.
“Dengan memanfaatkan biji akasia sebagai kecambah dan campuran kopi, batang akasia untuk bahan pembuatan arang, saya rasa menjadi sebuah solusi yang bisa ditawarkan pemerintah daerah,” ujar Dadang.
TN Baluran di Kabupaten Situbondo sendiri menjadi tempat pelaksanaan puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2017. Salah satu isu yang diangkat pada HKAN 2017 ini yaitu permasalahan krusial pada ekosistem savana di TN Baluran. Rencana aksi pengendalian jenis invasif di TN Baluran ini menjadi awal untuk selanjutnya diterapkan pada kawasan-kawasan lainnya.
Serangan jenis invasif di Indonesia cukup banyak antara lain: Acacia nilotica di TN Baluran, Arenga obtusifolia di TN Ujung Kulon, Acacia decuren di TN Merpai dan Merbabu, Meremia peltata di TN Bukit Barisan Selatan, Spatodea campanulata di TN Bantimurung Bulusaraung, dan sebagainya. Kondisi tersebut harus segera disikapi dengan rencana tindakan nyata secara tuntas sehingga mampu mengembalikan kepercayaan internasional bahwa Indonesia mampu menjaga kekayaan biodiversitasnya.
Hal-hal yang dibutuhkan untuk mendukung optimalisasi penanganan JAI. Dari sisi teknis perlunya penerapan teknologi yang mendukung efektivitas dan percepatan pelaksanaan di lapangan. Pedoman pelaksanaan penanganan invasi dan pemulihan ekosistem juga perlu diperkuat. Misalnya regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah kayu hasil pengendalian tegakan. Di samping itu, perlu dukungan berbagai pihak untuk tahapan sosialisasi hingga menyentuh aspek di luar kawasan.
Pada kesempatan ini, Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto, memberikan gambaran tentang pemanfaatan tanaman Acacia nilotica yang telah dilakukan oleh masyarakat Situbondo. Dadang mengajukan gagasan penanganan dan pengendalian JAI Acacia nilotica di TN Baluran dari aspek sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Dengan fasilitasi pemerintah daerah, masyarakat pemanfaat tanaman Acacia nilotica yang tergabung dalam kelembagaan/kelompok dapat menjalin kerjasama dengan TN Baluran yang mengikat hak dan kewajiban kedua belah pihak.
“Dengan memanfaatkan biji akasia sebagai kecambah dan campuran kopi, batang akasia untuk bahan pembuatan arang, saya rasa menjadi sebuah solusi yang bisa ditawarkan pemerintah daerah,” ujar Dadang.
TN Baluran di Kabupaten Situbondo sendiri menjadi tempat pelaksanaan puncak peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2017. Salah satu isu yang diangkat pada HKAN 2017 ini yaitu permasalahan krusial pada ekosistem savana di TN Baluran. Rencana aksi pengendalian jenis invasif di TN Baluran ini menjadi awal untuk selanjutnya diterapkan pada kawasan-kawasan lainnya.