Populasi Badak Jawa di TN Ujung Kulon 67 Ekor
https://www.jakartaforum.web.id/2017/09/polulasi-badak-jawa-di-tn-ujung-kulon.html
Jakarta -Populasi Badak Jawa di TN Ujung Kulon 67 Ekor. Populasi Badak Jawa di TN Ujung Kulon saat ini tercatat 67 ekor. Rilis resmi jumlah Badak Jawa terkini disampaikan langsung oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir. Wiratno M Sc dalam peringatan Hari Badak Sedunia (World Rhino Day/WRD) di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Jumat (22/09).
TNUK merupakan satu-satunya habitat bagi populasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di dunia, dan masuk dalam target peningkatan populasi 25 jenis satwa terancam punah prioritas (sesuai Red List of Threatened Species - IUCN), sebesar 10% dari baseline data tahun 2013 (peningkatan sebesar 2% per tahun).
TNUK merupakan satu-satunya habitat bagi populasi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) di dunia, dan masuk dalam target peningkatan populasi 25 jenis satwa terancam punah prioritas (sesuai Red List of Threatened Species - IUCN), sebesar 10% dari baseline data tahun 2013 (peningkatan sebesar 2% per tahun).
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan menggunakan video trap menunjukkan peningkatan jumlah individu rata-rata 5% per tahun. Sebanyak 13 individu Badak Jawa yang lahir dalam periode 2013-2017, menjadi berita yang menggembirakan dan penyemangat dalam upaya konservasi satwa ini.
Meski demikian, masih ada tantangan dalam upaya penyelamatan Badak Jawa, yaitu pengelolaan habitat dan kondisi genetik dari individu yang ada saat ini di Semenanjung Ujung Kulon. Hasil monitoring dari pemasangan video trap menunjukan beberapa individu mengalami kondisi cacat, yang kemungkinan adalah cacat lahir seperti memiliki telinga yang terbelah atau yang memiliki ekor yang bengkok. Kelainan fisik ini diduga sebagai manifestasi adanya inbreeding.
Populasi kecil dan lokasi terisolasi, jumlah jantan lebih banyak dari betina memperbesar peluang terjadinya inbreeding. Inbreeding yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan penurunan kualitas genetik Badak Jawa. Penurunan kualitas genetik pada satu populasi dalam kurun waktu tertentu akan mengarah pada extinction atau kepunahan.
Dirjen KSDAE KLHK, Ir. Wiratno M.Sc mengungkapkan pentingnya rumah kedua atau second habitat bagi Badak Jawa di luar TNUK. Hal ini diupayakan agar ketika ada suatu hal yang membahayakan terjadi di TNUK, Badak Jawa di tempat lain masih bisa selamat dan tidak langsung punah.
Kajian rumah kedua untuk Badak Jawa ini, telah dilakukan di beberapa lokasi, yaitu Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang Garut, Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh di Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik di Pandeglang, dan BKPH Malingping Lebak Banten.
"Ya, ada program second habitat Badak Jawa. Kami kaji bersama dan lihat kemungkinan di Sukabumi yang paling prospek. Di SM Cikepuh karena luasnya cukup, keamanannya juga. Pakannya cukup di sana, sedang dikaji WWF, di sana harus aman akan ada satwa yang sangat kharismatik dan penting," ujar Wiratno.
Dirjen KSDAE Wiratno menuturkan bahwa dari pantauan kamera trap pada tahun 2016, Taman Nasional Ujung Kulon saat ini memiliki 67 ekor Badak Jawa dengan komposisi 37 badak jantan dan 30 badak betina. Hal ini menunjukkan populasi Badak Jawa di TNUK masih mengalami perkembangbiakan yang alami. Adapun sebanyak 67 ekor badak tersebut terdiri dari kelas umur anak 13 ekor dan kelas umur remaja-dewasa 54 individu. Menurutnya, populasi badak bercula satu tersebut sangat terancam sehingga sejak tahun 2007 kementerian telah melakukan berbagai rencana aksi konservasi.
Berbagai kondisi Badak Jawa ini menjadi sebuah tantangan dalam pengelolaannya. Melalui peringatan WRD 2017, dukungan kepedulian semua pihak diharapkan semakin meningkat. "Pemerintah, swasta, dan masyarakat sekitar Taman Nasional Ujung Kulon harus bekerja sama". tutup Wiratno.
Meski demikian, masih ada tantangan dalam upaya penyelamatan Badak Jawa, yaitu pengelolaan habitat dan kondisi genetik dari individu yang ada saat ini di Semenanjung Ujung Kulon. Hasil monitoring dari pemasangan video trap menunjukan beberapa individu mengalami kondisi cacat, yang kemungkinan adalah cacat lahir seperti memiliki telinga yang terbelah atau yang memiliki ekor yang bengkok. Kelainan fisik ini diduga sebagai manifestasi adanya inbreeding.
Populasi kecil dan lokasi terisolasi, jumlah jantan lebih banyak dari betina memperbesar peluang terjadinya inbreeding. Inbreeding yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan penurunan kualitas genetik Badak Jawa. Penurunan kualitas genetik pada satu populasi dalam kurun waktu tertentu akan mengarah pada extinction atau kepunahan.
Dirjen KSDAE KLHK, Ir. Wiratno M.Sc mengungkapkan pentingnya rumah kedua atau second habitat bagi Badak Jawa di luar TNUK. Hal ini diupayakan agar ketika ada suatu hal yang membahayakan terjadi di TNUK, Badak Jawa di tempat lain masih bisa selamat dan tidak langsung punah.
Kajian rumah kedua untuk Badak Jawa ini, telah dilakukan di beberapa lokasi, yaitu Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang Garut, Suaka Margasatwa (SM) Cikepuh di Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik Sukabumi, CA Rawa Danau Serang, BKPH Cikesik di Pandeglang, dan BKPH Malingping Lebak Banten.
"Ya, ada program second habitat Badak Jawa. Kami kaji bersama dan lihat kemungkinan di Sukabumi yang paling prospek. Di SM Cikepuh karena luasnya cukup, keamanannya juga. Pakannya cukup di sana, sedang dikaji WWF, di sana harus aman akan ada satwa yang sangat kharismatik dan penting," ujar Wiratno.
Dirjen KSDAE Wiratno menuturkan bahwa dari pantauan kamera trap pada tahun 2016, Taman Nasional Ujung Kulon saat ini memiliki 67 ekor Badak Jawa dengan komposisi 37 badak jantan dan 30 badak betina. Hal ini menunjukkan populasi Badak Jawa di TNUK masih mengalami perkembangbiakan yang alami. Adapun sebanyak 67 ekor badak tersebut terdiri dari kelas umur anak 13 ekor dan kelas umur remaja-dewasa 54 individu. Menurutnya, populasi badak bercula satu tersebut sangat terancam sehingga sejak tahun 2007 kementerian telah melakukan berbagai rencana aksi konservasi.
Berbagai kondisi Badak Jawa ini menjadi sebuah tantangan dalam pengelolaannya. Melalui peringatan WRD 2017, dukungan kepedulian semua pihak diharapkan semakin meningkat. "Pemerintah, swasta, dan masyarakat sekitar Taman Nasional Ujung Kulon harus bekerja sama". tutup Wiratno.