KLHK Aktif Benahi DAS Citarum
https://www.jakartaforum.web.id/2018/03/klhk-aktif-benahi-das-citarum_77.html
Jakarta -KLHK Aktif Benahi DAS Citarum. Keberadaan lahan kritis dan berkurangnya ruang terbuka hijau berdampak pada menurunnya fungsi dan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) sebagai sistem pengatur tata air yang berpotensi menyebabkan masalah baru seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor.
Salah satu DAS yang mesti dibenahi adalah Sungai Citarum di Jawa Barat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Dirjen PDASHL) terus dan aktif melakukan perbaikan di kawasan hulu Sungai Citarum. Berbagai program terkait rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di daerah ini telah dan terus dilakukan.
Salah satu DAS yang mesti dibenahi adalah Sungai Citarum di Jawa Barat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (Dirjen PDASHL) terus dan aktif melakukan perbaikan di kawasan hulu Sungai Citarum. Berbagai program terkait rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di daerah ini telah dan terus dilakukan.
Dr. M. Saparis Soedarjanto Kasubdit Pemolaan KLHK sedang mengamati Sub-DAS Cisangkuy hulu Sungai Citarum |
Menurut Kepala Sub Direktorat Pemolaan Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK, Dr. M. Saparis Soedarjanto, dalam perbaikan dan pembenahan DAS ini pihaknya fokus menanami kembali lahan-lahan kritis di kawasan hulu sungai tersebut.
Kelompak Tani Kopeng Sari kelompok binaan Agro Porestry dari KLHK di Sub-DAS Cisangkuy |
Selain untuk mengurangi banjir karena mampu menghasilkan kawasan resapan air, penghijauan ini pun sangat diperlukan untuk mengurangi tingkat pencemaran.
Dr. M. Saparis Soedarjanto tengah memberikan penjelasan kepada awak media |
Dia menyebut, erosi di kawasan hulu menyebabkan pencemaran dan sedimentasi di sepanjang aliran sungai. Sebagai contoh, pada 2015, erosi di lahan kritis DAS Citarum mencapai 6,1 juta ton per tahun. Kondisi ini terjadi akibat adanya lahan kritis seluas 79.549 hektare, dengan rincian di dalam kawasan hutan 38.963 hektare dan di luar 40.585 hektare.
Oleh karena itu, sejak 2015 hingga saat ini, pihaknya telah melakukan RHL di seluas 18.925 hektare. Hasilnya, saat ini erosi di lahan kritis DAS Citarum berkurang menjadi 5,2 juta ton per tahun. Pada 2018 ini, pihaknya kembali melakukan hal serupa di atas 2.500 hektare lahan kritis.
"Saat ini kami aktif melakukan penanaman di hulu yang merupakan daerah tangkapan air salah satunya melalui sistem agro forestry." katanya saat meninjau lokasi RHL DAS Citarum, di Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (28/2).
Dia menjelaskan, agroforestry diperlukan mengingat lahan-lahan kritis ini adalah merupakan milik masyarakat. Sehingga, mereka tidak menolak lahan-lahannya dihijaukan karena akan memberi nilai ekonomi.
"Jadi selain ditanami tanaman keras seperti kayu, dengan agroforestry ini pun lahan-lahannya dapat ditanami kopi, tomat, dan apa pun yang memberi nilai ekonomi," ujarnya.
Dengan begitu, dia optimistis target Presiden Joko Widodo yang akan menuntaskan persoalan di sungai Citarum selama 7 tahun bisa tercapai. Terlebih, lanjut dia, jika semua pihak memiliki komitmen yang sama untuk mengatasinya.
"Dengan catatan di sini dan yang lain juga digerakkan. Kita persoalannya sinergi, koordinasi," katanya.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu instrumen baku untuk menyinergikan seluruh unsur terkait. Salah satunya dengan aturan terkait penataan ruang yang memiliki keberpihakan terhadap konservasi kawasan hulu.
"Saatnya kita membangun dan menggalakan Infrastruktur Hijau yaitu berupa pekerjaan penghijauan yang masif. Pekerjaan infrastruktur itu bukan hanya membangun jalan, jembatan tetapi penghijauan juga masuk dalam proyek infrastruktur" katanya seraya menyebut hal ini pun sudah dilakukan negara-negara maju yang kembali menghutankan lahan-lahannya.
Di tempat yang sama, Ketua Kelompok Tani Kopeng Sari, Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Sahru Suhenda, mengatakan, dia bersama 15 kelompok tani lainnya melakukan agroforestry di atas lahan 25 hektare. Kegiatan yang diinisiasi KLHK ini dilakukan di atas lahan-lahan pribadi milik warga.
"Jenis tanaman kayu ada mindi, suren. Lalu ada gambalina," katanya.
Selain menanam tanaman untuk kepentingan konservasi itu, pihaknya menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis seperti kopi, kacang, dan tomat.
Pembenahan DAS Citarum tentunya harus melibatkan seluruh pihak baik masyarakat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sehingga target 7 tahun penyelesaian permasalahan Citarum dapat direalisasi.
Oleh karena itu, sejak 2015 hingga saat ini, pihaknya telah melakukan RHL di seluas 18.925 hektare. Hasilnya, saat ini erosi di lahan kritis DAS Citarum berkurang menjadi 5,2 juta ton per tahun. Pada 2018 ini, pihaknya kembali melakukan hal serupa di atas 2.500 hektare lahan kritis.
"Saat ini kami aktif melakukan penanaman di hulu yang merupakan daerah tangkapan air salah satunya melalui sistem agro forestry." katanya saat meninjau lokasi RHL DAS Citarum, di Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (28/2).
Dia menjelaskan, agroforestry diperlukan mengingat lahan-lahan kritis ini adalah merupakan milik masyarakat. Sehingga, mereka tidak menolak lahan-lahannya dihijaukan karena akan memberi nilai ekonomi.
"Jadi selain ditanami tanaman keras seperti kayu, dengan agroforestry ini pun lahan-lahannya dapat ditanami kopi, tomat, dan apa pun yang memberi nilai ekonomi," ujarnya.
Dengan begitu, dia optimistis target Presiden Joko Widodo yang akan menuntaskan persoalan di sungai Citarum selama 7 tahun bisa tercapai. Terlebih, lanjut dia, jika semua pihak memiliki komitmen yang sama untuk mengatasinya.
"Dengan catatan di sini dan yang lain juga digerakkan. Kita persoalannya sinergi, koordinasi," katanya.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu instrumen baku untuk menyinergikan seluruh unsur terkait. Salah satunya dengan aturan terkait penataan ruang yang memiliki keberpihakan terhadap konservasi kawasan hulu.
"Saatnya kita membangun dan menggalakan Infrastruktur Hijau yaitu berupa pekerjaan penghijauan yang masif. Pekerjaan infrastruktur itu bukan hanya membangun jalan, jembatan tetapi penghijauan juga masuk dalam proyek infrastruktur" katanya seraya menyebut hal ini pun sudah dilakukan negara-negara maju yang kembali menghutankan lahan-lahannya.
Di tempat yang sama, Ketua Kelompok Tani Kopeng Sari, Kampung Babakan Cianjur, Desa Malasari, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Sahru Suhenda, mengatakan, dia bersama 15 kelompok tani lainnya melakukan agroforestry di atas lahan 25 hektare. Kegiatan yang diinisiasi KLHK ini dilakukan di atas lahan-lahan pribadi milik warga.
"Jenis tanaman kayu ada mindi, suren. Lalu ada gambalina," katanya.
Selain menanam tanaman untuk kepentingan konservasi itu, pihaknya menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis seperti kopi, kacang, dan tomat.
Pembenahan DAS Citarum tentunya harus melibatkan seluruh pihak baik masyarakat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sehingga target 7 tahun penyelesaian permasalahan Citarum dapat direalisasi.