Komitmen Kawasan Asia-Pasifik dalam Menjaga Hutan Hujan Tropis Dunia Melalui APRS 2018
https://www.jakartaforum.web.id/2018/04/komitmen-kawasan-asia-pasifik-dalam.html
Jakarta -Yogyakarta, Komitmen Kawasan Asia-Pasifik dalam Menjaga Hutan Hujan Tropis Dunia Melalui APRS 2018. Gelaran pertemuan negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis seasia-pasifik (Asia-Pacific Rainforest Summit - APRS) ke-3 tahun 2018, yang dilaksanakan pada hari ini (Senin, 23/4/2018), di Yogyakarta, merupakan wadah pertemuan penting yang akan membicarakan arah kebijakan pelestarian hutan hujan tropis dunia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyampaikan rasa hormatnya atas kehadiran seluruh delegasi, para menteri dan duta besar dari negara sahabat, organisasi swasta, Akademisi, juga pihak swasta yang menjadi peserta dalam APRS ke-3 ini, serta Sri Sultan Hamengkubuwono X Gubernur Daerah Istimewa (D.I.) Yogyakarta, yang diwakili Wakil Gubernur DIY KGPAA Pakualam X turut membuka acara ini.
Dalam sambutannya, Menteri Siti juga menyampaikan terima kasihnya kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia serta seluruh jajarannya, yang telah mendukung terselenggaranya pertemuan akbar ini, baik secara langsung maupun melalui Centre for International Forestry Research (CIFOR).
“Hutan hujan tropis, menghasilkan banyak hal termasuk keanakaragaman hayati. Bila kita melihat Sustainable Development Goals (SDGs), maka hutan memiliki peran untuk mencegah perubahan iklim, sumber air, makanan, energi, kesehatan bahkan ekosistem kawasan, bahkan ekonomi masyarakat.”, papar Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya melanjutkan, bahwa pertemuan ini akan membahas tujuh topik penting mulai dari Hutan dan target NDC, Restorasi dan Manajemen Keberlanjutan Gambut, Mangrove dan Karbon Biru, Perhutanan Sosial, Ekoturisme, Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Pembiayaan Kehutanan, Investasi dan Perdagangan, yang semuanya bernaung dalam tema pertemuan tahun 2018 ini dengan tujuan menjaga keberadaan hutan tropis dan pemanfaatkan berkelanjutan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
Dalam konferensi pers, Siti Nurbaya juga menerangkan bahwa hutan Indonesia, berkontribusi sebesar setengah dari target NDC, yaitu mengurangi 29% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2030, dimana hutan menyumbangkan 17,2% pada target ini.
Ia menjelskan juga, bahwa dalam tiga tahun terakhir ini, Indonesia berhasil mengurangi deforestasi dari 1,09 juta Ha, dan turun menjadi 0,61 juta Ha, dan akan berupaya menurunkannya menjadi 0,45 juta Ha saja pada 2020, serta 0,35 juta Ha pada 2030.
“Bagi Indonesia ini tantangan.”, ujuranya. Namun Menteri LHK ini cukup optimis, karena adanya kerjasama multipihak yang terus digencarkan saat ini, di dalam negeri dan antar negara, termasuk didalamnya south-south cooperation. Kerjasama berbagai pihak sangat penting termasuk dengan Center for International Forestry Research (CIFOR) yang banyak melakukan penelitian yang kantor pusatnya terddapat di Indonesia.
Wakil Gubernur D.I. Yogyakarta, KGPAA Paku Alam X mengatakan, "Hutan merupakan pengatur iklim mikro dan penjaga plasma nutfah, yang diberikan Tuhan untuk memberi kesejahteraan bagi seluruh umat manusia".
Josh Frydenberg, Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Menteri LHK, Siti Nurbaya.
"Indonesia telah melakukan pekerjaan terbaik untuk membawa negara-negara satu kawasan dalam menjaga hutan yang semakin kritis dan menjalankan perjanjian Paris dengan penuh komitmen. Untuk ini, saya secara pribadi mengucapkan terimakasih", ujarnya.
Josh menyampikan menjaga hutan hujan tropis Asia-Pasifik, merupakan hal yang penting untuk menjaga komitmen, mengendalikan perubahan iklim dan juga mendukung negara-negara sahabat untuk mencapai tujuan keberlanjutan ekonomi. Hutan hujan tropis menyimpan 25% stok karbon dunia, dan kawasan Asia-Pasifik merangkul 740 juta Ha hutan dunia, ini mewakili 26% daratan dan 18% tutupan hutan.
Menteri Lingkungan Hidup dan energi Australia ini juga menyampaikan bahwa pada tahun 2017, pendanaan hijau atau Green Climate Fund telah mencapai kesepakatan untuk melakukan program percontohan (pilot project) sebesar AUS$ 500 juta untuk REDD+. Ada tujuh negara yang telah bekerjasama dengan Australia dalam implementasi REDD+ ini yaitu Indonesia, Laos, Myanmar, Papua New Guinea, Kamboja, Malaysia, dan Vietnam yang juga telah memasukkan data referensi kehutanan mereka ke UNFCC sebagai dasar ukur dalam pencapaian penurunan deforestasi dan degredasi hutan.
Josh juga menekan pentingnya kolaborasi aktif antara pemerintah dengan sektor swasta. Di bawah perjanjian Paris Australia berkomitmen melalui pendanaan, untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26-28% dari kondisi di tahun 2005 dan mentargetkannya pada tahun 2030.
Hutan hujan tropis, terbentang seluas 740 juta Ha sepanjang Asia-Pasifik, dan berkontribusi untuk memberikan kehidupan bagi 450 juta manusia yang bergantung dari keberlanjutan hutan hujan tropis ini. APRS 2018 yang mengambil tema ‘Protecting Forests and People Supporting Economic Growth’ dengan harapan dapat memberikan kesempatan untuk kepada 20 negara pemilik hutan hujan tropis di Asia-Pasifik untuk menunjukkan kinerja mereka dalam meningkatkan ekonomi, kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan juga upaya konservasi kekayaan keanekaragaman hayatinya, melalui kerjasama pemerintah dan sektor swasta.
Blue Carbon Economy, juga menjadi konsen pada pertemuan pagi ini, dengan adanya enam negara pemilik kawasan mangrove terbesar dunia berada di kawasan Asia-Pasifik ini, Indonesia merajai 23% area mangrove di kawasan ini, sementara itu Australia hanya memegang 10% hutan mangrove. Mangrove juga memegang peran penting dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, sekaligus menjaga terjadinya abrasi.
Dr. Robert Nasi, Director General CIFOR menjelaskan, bahwa sebagai lembaga riset, CIFOR akan terus memberikan dukungan keilmuan, dan asistensi untuk membantu pemerintah dalam menjaga hutan. Dirinya juga menyebutkan CIFOR juga memberikan dukungan penuh bagi pemerintah Indonesia dalam merehabilitasi dan mengkonsevasi kawasan-kawasan gambut Indonesia yang sempat mengalami kerusakan pada tahun 2015 yang lalu. (JF)