Menteri Dalam Negeri RI Tidak Patuhi Putusan MK
https://www.jakartaforum.web.id/2018/08/mendagri-tidak-patuhi-putusan-mk.html
Jakarta -JF PTUN-Didampingi Kuasa hukum Tim Advokasi Untuk Maybrat, Ferdinando Solossa sebagai Ketua DPRD Kabupaten Maybrat Propinsi Papua Barat dengan rombongan melakukan upaya gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Senin 20 Agustus 2018. Adapun yang menjadidasar gugatan Ketua DPRD Maybrat terkait Surat Menteri Dalam Negeri RI in casu No : 130.92/SJ tanggal 6 Juni 2018 perihal Penetapan Kedududkan Ibukota Kabupaten Maybrat di Kumurkek.
Usai mendaftarkan gugatan pukul 01.00 Wibyang diterima oleh Suprapti di Kepaniteraan Pengadilan TUN Jakarta, Ketua DPRD Maybrat Ferdinando Solossa ditemui wartawan Jakarta forum mengatakan,” Kedatangan saya selaku Ketua
DPRD Kabupaten Maybrat adalah tindaklanjut Keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) No. 66/2013 yang telah di putus oleh MK yang bersifat final dan mengikat yang setara dengan Undang-undang (UU) karena yang diujiadalah UU 1945,” jelas Ferdinando.
“Bagi kami semua adalah apa yang telah diputus oleh MK semestinya di follow up oleh pemerintah ini dalam rangka pelaksanaan pemerintahan di bawah agar berjalan dengan ketentuan yang ada, demi peyelenggarakan pemerintahan yang baik dan memberi pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat merasakan hadirnya Daerah Otonom yang baru untuk tujuan mensejahterakan masyaraka tsesuai ketentuan UUD 1945, tapi faktanya dari 2013 sampai hari ini putusan MK yang dianggap final dan mengikat itu tidak dilaksanakan secara konkrit oleh pemerintah dalam ha lini Menteri Dalam Negeri, sehingga ini menimbulkan multi tafsir yang beranekaragam dari oknum pemerintah, baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,cetusnya.
“sementara di Kabupaten saya (FerdinandoSolossa) dan masyarakat telah menjalankan putusan mahkamah kontitusi secarade facto dan de jure pelaksanaan pemerintah sudah berjalan, dalam kurun waktu Lima (5) Tahun, belum konkrit putusan MK ini MenDagRi membentuk suatu Tim Rekonsialisasi dan telah menghasilkan sebuah keputusan yang bertentangan dengan keputusan MK dan yang lebih ironisny dalam pertemuan 28 Mei 2018 kami dari pemerintahan daerah yang bertanggung jawab dalam ekplementasi pelaksanaan putusan dari pemerintah tidak di ikut sertakan dalam pertemuan itu padahal kami di undang secara resmi oleh bapak Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah,setelah kami sampai di Jakarta kurang lebih 30 menit sebelum pertemuan kami dikonfirmasi oleh Sekpri Gubernur bahwa Bupati dan Ketua DPRD tidak bisa masuk dalam pertemuan tersebut alasannya karena pertemuan ini hanya terbatas pada jajaran Kementerian Dalam Negeri, Gubernur, TIM Rekonsialisasi dan dalam pertemuan tersebut telah merekomendasikan bahwa pertimbangannya dari aspek historis, aspek konflik sehingga ibukota kembali ke Kumurkek dengan mengabaikan putusan MK,tegas Ketua DPRD.
Lebih lanjut Ferdinando mengatakan,”dengan dasar putusan itu diperkuat fakumpindah propinsi sehingga MenDagRI menyurati Presiden dengan rekomendasi dari Tim Rekonsialisasi dan penegasan dari fakum pindah propinsi, dampak dari surat 28 Mei yang ditujukan MenDagRI ke Presiden ini menimbulkan reakasi dari pemberlakuan kontitusi di Kabupaten Maybrat, masyarakat menyampaikan suatu kekecewaan yang luar biasa di tanah Papua bahwa baru terjadi putusan MK yang diabaikan oleh pemerintah dengan rekomendasi dari Tim ad hoc yang tidak memiliki legalitas hukum sehingga masyarakat melakukan demo damai pada tanggal 31 Mei 2018 di Kantor DPR dengan cara mengusung peti jenazah yang di dalam petimati itu adalah putusan Mahkamah Kontitusi yang mati pada tanggal 28 Mei 2018 yang di bunuh dan di saksikan oleh MenDagRI, Gubernur Papua Barat, fakum Propinsi, dan Tim rekonsialisasi, paparnya.
Sementara kuasa hukum dari Tim Advokasi Untuk Maybrat M. Pali Sattu mengatakan, Kedatangan kami, Senin (20/8) kePengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam rangka mendampingi Ketua, Wakil, dan anggota DPRD Kabupaten Maybrat untuk mendaftarkan gugatan terhadap surat Menteri dalam Negeri RI No : 130.92/SJ tanggal 6 Juni 2018 itu yang menetapkan Ibukota Maybratada di Kumurkek. Alasan kami melakukan upaya gugatan ada dua hal,.Pertama, bahwa MenDagRI dengan tidak melaksanakan putusan MK itu saya menganggap bahwa MenDagRI telah melanggar UU,” itu kontitusional kita, jadi tugas MenDagRI selaku wakil pemerintah di pusat itu hanya melaksanakan saja, dia (MenDagri) harus melaksanakan putusan MK dan tidak ada alasan lain lagi yang harus diterima, dan yang kedua kami melihat bahwa MenDagRI tidak memiliki Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), soal kepatuhan dan profesional untuk melaksanakan isi putusan MK, dengan menerbitkan surat MenDagRI yang menetapkan Ibukota Kabupaten Maybrat berada di Kumurkek itu bertentangan dengan kontitusi,
Lebih lanjut Pali mengatakan,”Jadi dalam gugatan kami itu ada beberapa yang di sampaikan bahwa, memang awalnya melalui dari UU No.13 itu DPR dan Pemerintah sudah menetapkan ibukota kabupatenMaybrat berada di Kumurkek, tetapi ketika diajukan usul itu semua Masyarakat Adat, KetuaAdat, dan DPRD selakurefentrasimasyarakat di sanatidak di libatkan sehingga mereka melakukan gugatan uji materi di Mahkamah Kontitusi (MK), dan gugatan itu dikabulkan dengan pertimbangan hukumnya bahwa alasannya 14 banding 7 di Kecamatan itu lebih banyak masyarakat yang harus di layani di Ayamaru sehingga MK melalui putusannya pada tanggal 29 September telah menetapkan bahwa ibukota Kabupaten Maybrat itu ada di Ayamaru, nah ini yang harus di laksanakan oleh Menteri tidak boleh tidak, jadi kami telah mendaftarkan gugatan dengan regestrasi perkara No.191/G/2018/PTUN Jakarta dengan harapan dengan di regestrasinya gugatan Ketua DPRD Kabupaten Maybrat ini semua pihak baik pemerintahan pusat maupun daerah untuk patuh dan tunduk agar tidak melakukan segala tindak-tindakan administrasi termasuk pemindahan aset-aset pemerintahan yang ada di Kabupaten Maybrat dari Ayamaruke Ibukota bahkan kegiatan-kegiatan pemerintahan itu tetap harus dilaksanakan di Ayamaru, jika misalnya di kemudian hari ada kegiatan setelah tanggal pendaftaran kami di PTUN Jakarta ternyata ada tindak - tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berarti itu akan menimbulkan persoalan hukum baru dan kami akan melakukan tindakan terkait apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Terkait kondisi di Maybrat maupun di Ayamaru Pali mengatakan,” Kondisi saat ini disana cukup kondusif itu karena Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD memberikan pengarahan dan penjelasan kepada masyarakat di sana agar tetap tenang, jelasPali.
Di sisi lain Derek Laopatty salah satu tim kuasa hukum Maybrat mengatakan,” Derek menginggatkan bahwa bagi kami viral hari ini si Joni bisa menyelamatkan bendera di Atambua, tapi hari ini DPRD Maybrat menyelamatkan wibawa Mahkamah Kontitusi karena keberanian mereka mempertahankan Keputusan Negara,jadi awalnya Kumurkek telah di batalkan dengan keputusan MK, yaitu tetapi ibukota di Ayamaru dan dalam putusannya di jelaskan bahwa kalau tidak dilaksanakan di Ayamaru itu bertentangan dengan UU dan UUD 1945 jadi sebagai Tim Legalnya kami mendampingi para pahlawan-pahlawan penegak hukum di NKRI ini, saya yakin sikap DPRD Maybrat adalah bagaimana menjadi jembatan menegakan wibawa pemerintah karena kita tahu tanpa apa yang dilakukan hari ini akan berdampak bahwa seluruh putusan MK itu bisa seenaknya saja di mainkan,” Apakah surat Menteri bisa membatalkan putusan MK yang sudah final dan mengikat, mari kita serahkan prosesnya ini di hadapan hakim PTUN dan sebagai penasehat hukum kami yakin bahwa yang dilakukan ini sebagai penegakan hukum, pungkas Derek.
Sidang perkara No. 191/G/2018/PTUN Jakarta, antara Ferdinando Solossa sebagai penggugat melawan Menteri dalamNegeri RI selaku tergugat akan di gelar kembali padaSenin 27 agustus 2018 dengan agenda dismissal proses.(edi/Jf).
Tim Advokasi Untuk Maybrat bersama Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD Kabupaten Maybrat di PTUN Jakarta.(edi/Jf)
|
DPRD Kabupaten Maybrat adalah tindaklanjut Keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) No. 66/2013 yang telah di putus oleh MK yang bersifat final dan mengikat yang setara dengan Undang-undang (UU) karena yang diujiadalah UU 1945,” jelas Ferdinando.
“Bagi kami semua adalah apa yang telah diputus oleh MK semestinya di follow up oleh pemerintah ini dalam rangka pelaksanaan pemerintahan di bawah agar berjalan dengan ketentuan yang ada, demi peyelenggarakan pemerintahan yang baik dan memberi pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat merasakan hadirnya Daerah Otonom yang baru untuk tujuan mensejahterakan masyaraka tsesuai ketentuan UUD 1945, tapi faktanya dari 2013 sampai hari ini putusan MK yang dianggap final dan mengikat itu tidak dilaksanakan secara konkrit oleh pemerintah dalam ha lini Menteri Dalam Negeri, sehingga ini menimbulkan multi tafsir yang beranekaragam dari oknum pemerintah, baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,cetusnya.
Tjahjo Kumolo menteri Dalam Negeri RI dan Peta Kabupaten Maybrat. |
Lebih lanjut Ferdinando mengatakan,”dengan dasar putusan itu diperkuat fakumpindah propinsi sehingga MenDagRI menyurati Presiden dengan rekomendasi dari Tim Rekonsialisasi dan penegasan dari fakum pindah propinsi, dampak dari surat 28 Mei yang ditujukan MenDagRI ke Presiden ini menimbulkan reakasi dari pemberlakuan kontitusi di Kabupaten Maybrat, masyarakat menyampaikan suatu kekecewaan yang luar biasa di tanah Papua bahwa baru terjadi putusan MK yang diabaikan oleh pemerintah dengan rekomendasi dari Tim ad hoc yang tidak memiliki legalitas hukum sehingga masyarakat melakukan demo damai pada tanggal 31 Mei 2018 di Kantor DPR dengan cara mengusung peti jenazah yang di dalam petimati itu adalah putusan Mahkamah Kontitusi yang mati pada tanggal 28 Mei 2018 yang di bunuh dan di saksikan oleh MenDagRI, Gubernur Papua Barat, fakum Propinsi, dan Tim rekonsialisasi, paparnya.
Sementara kuasa hukum dari Tim Advokasi Untuk Maybrat M. Pali Sattu mengatakan, Kedatangan kami, Senin (20/8) kePengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam rangka mendampingi Ketua, Wakil, dan anggota DPRD Kabupaten Maybrat untuk mendaftarkan gugatan terhadap surat Menteri dalam Negeri RI No : 130.92/SJ tanggal 6 Juni 2018 itu yang menetapkan Ibukota Maybratada di Kumurkek. Alasan kami melakukan upaya gugatan ada dua hal,.Pertama, bahwa MenDagRI dengan tidak melaksanakan putusan MK itu saya menganggap bahwa MenDagRI telah melanggar UU,” itu kontitusional kita, jadi tugas MenDagRI selaku wakil pemerintah di pusat itu hanya melaksanakan saja, dia (MenDagri) harus melaksanakan putusan MK dan tidak ada alasan lain lagi yang harus diterima, dan yang kedua kami melihat bahwa MenDagRI tidak memiliki Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), soal kepatuhan dan profesional untuk melaksanakan isi putusan MK, dengan menerbitkan surat MenDagRI yang menetapkan Ibukota Kabupaten Maybrat berada di Kumurkek itu bertentangan dengan kontitusi,
Lebih lanjut Pali mengatakan,”Jadi dalam gugatan kami itu ada beberapa yang di sampaikan bahwa, memang awalnya melalui dari UU No.13 itu DPR dan Pemerintah sudah menetapkan ibukota kabupatenMaybrat berada di Kumurkek, tetapi ketika diajukan usul itu semua Masyarakat Adat, KetuaAdat, dan DPRD selakurefentrasimasyarakat di sanatidak di libatkan sehingga mereka melakukan gugatan uji materi di Mahkamah Kontitusi (MK), dan gugatan itu dikabulkan dengan pertimbangan hukumnya bahwa alasannya 14 banding 7 di Kecamatan itu lebih banyak masyarakat yang harus di layani di Ayamaru sehingga MK melalui putusannya pada tanggal 29 September telah menetapkan bahwa ibukota Kabupaten Maybrat itu ada di Ayamaru, nah ini yang harus di laksanakan oleh Menteri tidak boleh tidak, jadi kami telah mendaftarkan gugatan dengan regestrasi perkara No.191/G/2018/PTUN Jakarta dengan harapan dengan di regestrasinya gugatan Ketua DPRD Kabupaten Maybrat ini semua pihak baik pemerintahan pusat maupun daerah untuk patuh dan tunduk agar tidak melakukan segala tindak-tindakan administrasi termasuk pemindahan aset-aset pemerintahan yang ada di Kabupaten Maybrat dari Ayamaruke Ibukota bahkan kegiatan-kegiatan pemerintahan itu tetap harus dilaksanakan di Ayamaru, jika misalnya di kemudian hari ada kegiatan setelah tanggal pendaftaran kami di PTUN Jakarta ternyata ada tindak - tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berarti itu akan menimbulkan persoalan hukum baru dan kami akan melakukan tindakan terkait apa yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Terkait kondisi di Maybrat maupun di Ayamaru Pali mengatakan,” Kondisi saat ini disana cukup kondusif itu karena Ketua, Wakil, dan Anggota DPRD memberikan pengarahan dan penjelasan kepada masyarakat di sana agar tetap tenang, jelasPali.
Di sisi lain Derek Laopatty salah satu tim kuasa hukum Maybrat mengatakan,” Derek menginggatkan bahwa bagi kami viral hari ini si Joni bisa menyelamatkan bendera di Atambua, tapi hari ini DPRD Maybrat menyelamatkan wibawa Mahkamah Kontitusi karena keberanian mereka mempertahankan Keputusan Negara,jadi awalnya Kumurkek telah di batalkan dengan keputusan MK, yaitu tetapi ibukota di Ayamaru dan dalam putusannya di jelaskan bahwa kalau tidak dilaksanakan di Ayamaru itu bertentangan dengan UU dan UUD 1945 jadi sebagai Tim Legalnya kami mendampingi para pahlawan-pahlawan penegak hukum di NKRI ini, saya yakin sikap DPRD Maybrat adalah bagaimana menjadi jembatan menegakan wibawa pemerintah karena kita tahu tanpa apa yang dilakukan hari ini akan berdampak bahwa seluruh putusan MK itu bisa seenaknya saja di mainkan,” Apakah surat Menteri bisa membatalkan putusan MK yang sudah final dan mengikat, mari kita serahkan prosesnya ini di hadapan hakim PTUN dan sebagai penasehat hukum kami yakin bahwa yang dilakukan ini sebagai penegakan hukum, pungkas Derek.
Sidang perkara No. 191/G/2018/PTUN Jakarta, antara Ferdinando Solossa sebagai penggugat melawan Menteri dalamNegeri RI selaku tergugat akan di gelar kembali padaSenin 27 agustus 2018 dengan agenda dismissal proses.(edi/Jf).