Dirjen AHU Kemenkumham Lecehkan HAM

Jakarta

Dirjen AHU Kemenkumham Lecehkan HAM. Lee Chung Cheng (Wanita/Ibu) adalah Warga Negara Indonesia (WNI) turunan China yang telah menetap di Republik Indonesia selama 38 Tahun terhitung sejak Tahun 1980. Pada Tahun 1980 itupun Lee Chung Cheng  dinikahi Gouw Tjong Liat yang juga berstatus WNI. Pernikahan kedua pasangan tersebut tercatat di Kantor Catatan Sipil Jakarta dengan register Nomor. 82 Tahun 1980. Kedua pasangan inipun menjadi WNI berdasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor. 311/B/1980/Si tertanggal 20 september 1980. 

Pada usia menjelang 70 Tahun Lee Chung Cheng menderita sakit dan perlu perawatan maka diletakan dalam pengampuhan (Dalam Perlindungan).  Pada saat dalam proses pengampuhan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat nomor. 436/Pdt-P/2016/ PN Jakarta Barat Lee Chung Cheng masih memiliki paspor Indonesia sebagai WNI, dokumen Sekurity seperti Surat Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamdya Jakarta Barat Nomor 003/1.755.2 tanggal 1 februari 2002 tentang Surat Kenal Lahir atas nama Lee Chung Cheng, Surat kepala Kantor Urusan Penduduk Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor. 1150/TA 94532/JB/1.756.1 tanggal 26 September 1980 tentang Surat Keteranagan Kewarganegaraan atas nama Lee Chung Cheng, dan  Kartu Tanda Pendududk (KTP), Lalu Lee Chung Cheng  tinggal bersama anaknya (Pengampuh) di Ruko Flaza Blok H/35 Rt. 01 Rw. 06 Kelurahan Mangga Besar, Kecamatan Tamansari Jakarta Barat.

Pada tanggal 2 Juli 2018 Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) RI menerbitkan surat nomor. AHU.4.AH.10.01-297 perihal Permohonan Pemulihan Status Kewarganegaraan atas nama Lee Chung Cheng. Terbitnya surat tersebut baru diketahui keluarga Lee Chung Cheng pada tanggal 1 Agustus 2018, melalui Kantor Hukum Maskur Husain,.SH, dan Rekan yang diwakili H. Dudung Badrun,.SH,.MH, keluarga Lee Chung Cheng melakukan upaya hukum gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2018 atas terbitnya surat Dirjen AHU KemenkumHAM RI., dan terigister  perkara nomor 187/G/2018/PTUN Jakarta, antara Lee Cheng Ting Haw sebagai penggugat melawan  Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) RI selaku tergugat.

Sidang terbuka untuk umum Rabu, (19/9) yang mengagendakan pembacaan gugatan dan jawaban dari tergugat, namun pada hari itu tergugat belum siap dengan jawabannya. Usai sidang Rabu, (19/9) ditemui wartawan Jakarta forum Jl. A sentra Primer Baru Timur Pulo gebang Jakarta Timur,H. Dudung  Badrun mengatakan,”Klaien saya adalah WNI yang berdasarkan penetapan pengadilan negeri Jakarta barat nomor. 436/Pdt.P/2016 tanggal 19 September 2016 dalam status pengampuan,” ucap Badrun.

“Memang klaein saya pernah memiliki paspor Taiwan yang berlaku sampai tanggal 2 Oktober 2013, nah ini yang menjadi dasar Dirjen AHU menerbitkan surat yang kami gugat sekarang ini.
”Kok malah mundur ke 2013 surat yang tidak bernilai,”

Kuasa hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Tergugat) Ismet dan Bambang
“Kemudian kemenkumham meminta coba buat surat untuk rehabilitasi, lalu di jawab suratnya  harus pakai naturalisasi ya kita gugat di sini (PTUN), kenapa WNI harus di naturalisasi, seharusnya kemenkumham memberesi administrasinya karena surat inilah yang menjadi dasar imigrasi untuk menangkap klaen saya,” bukan harus di naturalisasi, pungkasnya.

Badrun mengingatkan agar kemenkumham ini semestinya periksa imigrasinya ada kemungkinan ada keberpihakan pribadi menyalahgunakan, karena banyak oknum-oknum meminta duit kepada klaen kami. Ditambahkan Badrun,”Kalau kemenkumham gengsi tidak mau mencabut Negara ini kan di atur oleh undang-undang nomor. 30 Tahun 2014 tentang pemerintahan, pemerintah sebagai administrator jika ada kekeliruan boleh dia cabut,”Dia bukan tuhan atau malaikat ada salahnya kok,” tegasnya.

Kembali diingatkan Badrun,” Dirjen AHU minta kepada inspektorat periksa itu oknum-oknum imigrasi di Jakarta barat termasuk yang menerbitkan surat ini yang ada di dirjen AHU, kok kenapa ada diskriminasi dengan Acandra, sementara kedua paspor Acandra masih berlaku.

“ Ada dugaan karena klaen saya orang Chinese  mau dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu atau di jadikan ATM ini dugaan, cobalah inspektorat periksa kalau perlu saksinya ada klaen saya sudah menyebut si A, si C yang minta uang.” Cetus Badrun.Sebelum sidang ditemui wartawan online. Jakarta forum, Rabu. 17/10/2018, Bambang salah satu kuasa hukum tergugat   mengomentari pertanyaan wartawan online Jakarta forum terkait pernyataan kuasa hukum penggugat beberapa minggu yang lalu tentang adanya oknum imigrasi yang di duga minta uang kepada klaennya, dan adanya diskriminasi antara klaennya dengan kasus Acandra.

“Itu sudah rananya imigrasi saya tidak bisa berkomentar lebih banyak,” pungkasnya.
Lagi- lagi usai sidang ditemui salah satu kuasa hukum tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jalan A Sentra Baru Timur Pulogebang Jakarta Timur, Ismet hanya mengatakan,” karena saya baru dapat repliknya penggugat jadi harus pelajari dulu, ucapnya.   
Sidang perkara No. 187/G/2018/PTUN Jakarta yang diketuai Baiq yuliani di tunda sampai 31 Oktober 2018 dengan agenda jawaban tergugat atas replik penggugat.[edi/Jf].


Related

Hukum 1621613461365991687
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item