KEHADIRAN 2 SAKSI FAKTA KY TIDAK RELEVAN TERHADAP OBYEK GUGATAN

Jakarta - PTUN. Sidang lanjutan gugatan Calon Hakim Agung (CHA) dalam perkara No. 270/G/2018/PTUN Jakarta antara DR. Binsar M. Gultom.,SH,.SE,.MH (Penggugat), melawan Komisi Yudisial RI (Tergugat) memasuki agenda mendengarkan saksi fakta yang, Selasa (12/03/19) di hadiri oleh pihak tergugat (KY), yang diketuai Nelvy Christin.

Sesudah kuasa hukum Tergugat mempertanyakan tupoksi saksi Sefti Melida selaku kepala bagian perekrutan CHA, yang didalamnya terungkap  mengenai prosedur perekrutan dan nilai CHA yang dapat diloloskan pada tahap berikutnya, langsung ditanggapi oleh kuasa hukum Penggugat kepada majelis hakim, "tidak relevan dengan obyek gugatan penggugat", ujar Alungsyah. 

Dari kiri, Alungsyah, Kurniawan dan Binsar M. Gultom
Majelis hakim TUN yang dipimpin Nelvy Christine lalu memberikan kesempatan kepada Kuasa Hukum Penggugat dari Kantor Hukum Irmanputra Sidin, Alungsyah dan Kurniawan menanyakan beberapa hal kepada saksi fakta.

“Apakah saksi mengetahui apa yang menjadi objek gugatan dalam perkara ini, saksi menjawab mengetahui, namun tidak begitu memahami, namun akhirnya saksi menyatakan bahwa KY awal mulanya mendapat kiriman surat dari Wakil Ketua MA non yudisial No. 4 tahun 2018 perihal pengisian Kekosongan jabatan Hakim Agung. Lalu KY membahasnya lebih lanjut dalam rapat pleno, jawab saksi.

 Namun ketika ditanya oleh kuasa hukum penggugat terkait dengan Putusan MK No. 53 Tahun 2016 itu dibahas atau tidak dalam rapat pleno, saksi menjawab dibahas melalui slide proyektor saja dan tidak mendetail dibahas putusan MK tersebut. Dan dengan berbagai alasan pertimbangan menurut pasal 15 UU KY berwenang menseleksi CHA, maka menurut saksi fakta Sefti, KY akhirnya mengesampingkan kebutuhan hakim agung yang diperlukan saat ini oleh MA selaku pengguna (user). 

Ketika Penggugat prinsipal (Binsar) mempertanyakan sejauh mana Saksi mengetahui Komisioner KY mengetahui pertimbangan dan putusan MK No. 53/2016 tersebut, saksi Sefti tidak mengetahuinya, akhirnya Penggugat prinsipal mengklarifikasi kepada saksi Sefti bahwa setelah berlakunya putusan MK tersebut, maka kewenangan KY dalam seleksi CHA  non karier dibatasi, yakni sepanjang dibutuhkan keahliannya oleh MA.

Ditambahkan oleh saksi Sefti, soal proses rekrutmen CHA, apakah proses kelulusan itu berdasarkan nilai atau kuota, namun Kuasa hukum Penggugat tidak mempersoalkan hal itu, mengingat apa yg dijelaskan selanjutnya tidak relevan dengan apa yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini. 
Kemudian penggugat prinsipal mempertanyakan kepada saksi fakta, kenapa pada seleksi tahap administrasi, kualitas tahap II hingga tahap ke III ( kesehatan dan kepribadian) Tergugat selalu memberikan surat keputusan dalam bentuk Pengumuman, sedangkah kelulusan tahap IV (wawancara) hingga pengiriman 4 orang CHA ke DPR tidak menggunakan surat keputusan Pengumuman, dijawab saksi Sefti  karena nilai yang lolos tahap wawancara dan pengiriman nama-nama ke Dpr tersebut bersifat rahasia, katanya, hingga akhirnya menimbulkan kecurigaan bagi Penggugat dan pengunjung sidang. 

Ditanya oleh salah satu anggota majelis bagaimana bentuk nilai kelulusan CHA tersebut, saksi fakta mengatakan bukan berdasarkan kuota dari MA, tetapi berdasarkan nilai rangking, lalu apa bentuk standar kelulusan rangking tersebut, saksi Sefti tidak bisa menjawabnya, akhirnya Penggugat prinsipal justru akan mempersoalkan transparansi nilai yang dikeluarkan oleh Tergugat ini nanti di Komisi Informasi Publik (KIP), karena masalah penilaian lulus tidaknya para CHA bukanlah domain/ranah PTUN, tetapi ranah KIP yang sekarang nilai para CHA seleksi sebelumnya sedang digugat di KIP.

Yang akhirnya menurut Ketua Majelis berpendaoat, biarlah majelis hakim yang mendalami dan mempertimbangkan  terkait dengan proses Perekrutan dan sistem yang digunakan oleh KY ketika perekrutan CHA tersebut.

Sementara saksi kedua, Rob Siringo selaku Tenaga ahli KY menjelaskan posisinya waktu itu sebagai tim penilai CHA, namun ketika saksi ditanya oleh Kuasa Hukum Penggugat, apakah saudara saksi mengetahui apa yang menjadi dasar gugatan penggugat dalam perkara ini? Yang dijawab, ada 2 objek gugatan yaitu, KTUN tahap administrasi dan KTUN tahap Kualitas, namun ketika kaitannya dengan kebutuhan hakim agung berdasarkan surat Waka MA bidang non yudisial No. 4/2018 dan juga substansi dari Putusan MK No. 53 tahun 2016, ternyata saksi Rob Siringo kurang faham, akhirnya Kuasa Hukum Penggugat menyudahi pertanyaan, mengingat saksi yang dihadirkan juga tidak tahu dan hanya fokus kepada bagian penilaian CHA, selain daripada itu saksi Rob hanya tahu mengenai proses seleksi CHA tahun 2017, padahal obyek gugatan penggugat adalah ditahun 2018.
Setelah selesai sesi tanya jawab, majelis hakim yang dipimpin oleh Nelvy Christine, S.H.,M.H menyudahi persidangan dan sidang ditunda pada minggu depan hari Senin tanggal 18 Maret 2018 pukuk 10.00 wib di PTUN Jakarta dengan agenda mendengarkan keterangan Ahli dari Tergugat Komisi yudisial.

Usai sidang ditemui, Selasa (12/3/19) oleh para awak media di pengadilan TUN, Jalan Sentra Primer Baru Timur Pulogebang Jakarta Timur Binsar M. Gultom mengatakan,” dalam persidangan saya sempat melayangkan protes, karena materi yang disampaikan oleh saksi Sefti ini terkait transfaransi nilai kelulusan justeru kesempatan terbaik untuk digugat ke Komisi Informasi Publik (KIP) dan saat ini calon peserta Calon Hakim Agung yang bernama David Tobing tengah menuntut KY di KIP.
Selain itu, menurut Hakim Tinggi Dr. Binsar yang menjadi objek gugatan di PTUN Jakarta adalah pengumuman seleksi calon Hakim Agung mulai dari seleksi administrasi dan tahapan II (Kualitas). Dikatakan dia, saksi fakta menggunakan argumentasi Pasal 15 UU tahun 2004 yang kini diperbaharui menjadi UU No.18 tahun 2011. Padahal setelah pasca putusan MK no. 53/2016 maka kewenangan KY menyeleksi CHA, khususnya dari non karier menjadi terbatas, yakni tergantung dari kebutuhan MA selaku pengguna. 

" Menurut Selfi dari hasil  rapat pleno KY, katanya dengan dasar pasal 15 UU KY tersebut berkewajiban menyeleksi calon hakim agung. Menurut Penggugat Prinsipal dipersidangan jangankan menurut ketentuan UU KY, bahkan menurut pasal 24B UUD 1945 sekalipun KY diberikan kewenangan secara mandiri melakukan seleksi kepada CHA, namun setelah berlakunya putusan MK tersebut, kewenangan KY menyeleksi CHA dari non karier telah dibatasi, yakni tergantung kebutuhan MA, sambil dijelaskan penggugat bahwa berdasarkan pertimbangan putusan MK No. 53/2016, KY selaku Tergugat harus mempedomani seleksi calon hakim agung berdasarkan kebutuhan Mahkamah Agung sebagai user," terangnya. 

" Ditambahkan oleh Kuasa Hukum Pengguat Alungsyah, SH, MH yang menjadi objek gugatan kami adalah pengumuman seleksi calon Hakim Agung dari tahap administrasi dan kualitas (tahap kedua). Kami mohon tadi kepada majelis hakim agar tidak melanjutkan pembuktian pembuktian yang menggunakan protector segala macam," tandasnya, Alung, tegas.

Ditambahkan oleh Dr. Binsar, bahwa pengumuman hasil seleksi administrasi dan kualitas yang yang dileluarkan KY telah dijadikan penggugat menjadi obyek sengketa aqou, karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan cq. Putusan MK No. 53/2016 jo pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 3 tahun 2019 tentang Mahkamah Agung, jo Surat wakil Ketua MA bidang non yudisial no. 4/2018 tentang kebutuhan hakim agung di MA dan Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), jelas Binsar.

Sidang yang diketuai Nelvi Christin akan dilanjut pada pekan depan, Senin 18 Maret 2019 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadiri oleh tergugat (KY). edi/Jf.

Related

Peristiwa 6533545559386861811
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item