ADA UPAYA INTERVENSI DALAM GUGATAN BINSAR GULTOM DI PTUN

Jakarta - PTUN. Dalam sidang lanjutan perkara seleksi Calon Hakim Agung (CHA) No. 270/G/2018/PTUN.JKT, di PTUN Jakarta memasuki agenda kesimpulan dari kedua belah pihak, yakni dari penggugat Dr. Binsar Gultom yang dikuasakan kepada ahli Tata Negara Dr. Irman Putrasidin, dkk dan kuasa hukum Tergugat (KY). Disela-sela persidangan hari ini Selasa 2 April 2019, ada sekelompok yang mengklaim sebagai Akademisi Universitas Airlangga menyerahkan Amicus Curiae kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Nelvy Christine, SH, MH. Pada pokoknya berisi keberatan terhadap gugatan dalam perkara a quo, karena dianggap menghilangkan hak CHA dari jalur non karir. 

Para pihak menyerahkan kesimpulan di hadapan hakim, (2/04/19) di Pengadilan TUN Jakarta. 
Seusai persidangan, ketika wartawan menanyakan kuasa Penggugat: Kurniawan maksud surat yang dilayangkan kepada majelis hakim tersebut mengatakan  ketidakpahaman mahasiswa universitas Airlangga tersebut terhadap substansi pokok gugatan. Sebab  yang dipersoalkan oleh  Penggugat adalah objek sengketa yang tidak mempedomani kebutuhan Mahkamah Agung sesuai menurut Putusan MK No.53/PUU-XIV/2016 jo. Surat Wakil Ketua MA No. 4 Tahun 2018). Dalam gugatan penggugat (Binsar Gultom), MA tetap membuka peluang kepada CHA dari jalur karier, asalkan memiliki keahlian dibidang hukum tertentu, dan keahlian tersebut dibutuhkan oleh MA. Namun Tergugat tetap mengikutsertakan CHA dari jalur non-karir untuk kamar pidana, perdata, agama, militer, (kecuali untuk kamar TUN) yang tidak dibutuhkan oleh MA. Akibat perbuatan melanggar hukum inilah mendorong Penggugat mengajukan gugatan ini kepada KY, tegas Kurniawan.

Senada dengan kuasa hukum Penggugat lainnya, Alungsyah menyatakan bahwa gugatan ini sebenarnya simple, bahkan justru tidak begitu banyak ilmu untuk memahaminya, jadi mau dia sahabat peradilan apapun itu, toh hakim tetap berjalan diatas relnya dan tidak bisa di intervensi.

Jikalaupun yang dibutuhkan oleh MA adalah CHA dari jalur non karir untuk kamar pidana misalnya, maka kami pun tidak akan mempersoalkannya. Justru jangan sampai Amicus Curiae 
"mengintervensi" proses hukum ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Ketua Majelis Hakim Nelvy Christine, bahwa Majelis Hakim tidak akan terpengaruh oleh pihak-piihak luar yang berkeberatan terhadap perkara ini dalam mengambil putusan nanti.

Usai sidang kuasa hukum Binsar Gultom member keterangan pada wartawan Jakarta Forum, (2/04/19) di Pengadilan TUN Jakarta. Tampak dari Kiri, Kurniawan, Melky Sidhek, dan Alungsyah.
Ditambahkan oleh kuasa hukum penggugat lainnya yaitu Melky Sidhek Gultom yang pada pokoknya menyatakan bahwa hakim tidak bisa di intervensi dan hakim itu memiliki integritas, profesionalitas, dan independensi serta bertanggungjawab dalam memgambil suatu keputusan. Sebagai closing statment dari saya bahwa kita harus benar-benar belajar memahami secara utuh, benar, dan jujur didalam upaya kita untuk mengerti akan suatu ilmu hukum, supaya kita dapat memahami makna primer dari konstitusi yakni UU dengan Putusan MK adalah ekuivalensi dengan UU, sehingga apapun putusan MK tersebut harus dilaksanakan oleh Tergugat untuk mempedomani kebutuhan hakim agung ketika Tergugat hendak memproses seleksi hakim agung, KY selaku Tergugat harus tunduk pada UU. Jadi sekalipun KY secara mandiri berwenang menyeleksi CHA, akan tetapi setelah pasca putusan MK tersebut, kewenangan KY dalam menyeleksi CHA khusus dari jalur non karier menjadi terbatas, yakni harus berasarkan kebutuhan kamar-kamar yang ada di MA, tegas Melky.

Majelis hakim yang diketuai Nelvy Christine akhirnya mengakhiri persidangan dan mengumumkan kepada para pihak, “Sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan putusan majelis hakim pada hari Kamis, 11 April 2019”. Ujar Nelvy. [edi/Jf]


Related

Peristiwa 3809154718161684028
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item