Mafia Tanah Merajalela di Batu Ceper
https://www.jakartaforum.web.id/2019/12/mafia-tanah-merajalela-di-batu-ceper.html
Jakarta - JForum. Pemerintah harus mempercepat upaya penataan lahan demi menekan angka konflik tanah. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, yang diteken pada 24 September lalu, jangan sampai menjadi macan kertas. Presiden Joko Widodo semestinya memastikan aturan ini berjalan di daerah-daerah.
Angka sengketa agraria selama ini cukup merisaukan. Lembaga nirlaba Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat 659 kasus konflik tanah terjadi sepanjang tahun lalu. Sejumlah konflik bahkan mengundang tindak kekerasan dan penangkapan oleh polisi. Adapun kekerasan yang dilakukan oleh kelompok preman dalam konflik tanah sebanyak 15 kasus dan TNI 11 kasus.
Menurut data yang lebih baru, seperti dilansir Lembaga Studi dan Advokasi HAM, ada 36 kasus kekerasan terhadap pembela hak asasi dan lingkungan pada periode November 2017-Juli 2018. Mereka umumnya terlibat menentang proyek pemerintah yang mengusik tanah sebagai sumber penghidupan rakyat atau merusak lingkungan hidup.
Kasus sengketa tanah antara warga RW 01Kelurahan Kebon Kelapa Kec. Gambir dengan pihak orang yang mengaku pemilik tanah bersertifikat SHGB ROHMAT SH sudah berlangsung cukup lama dari tahun 2015. Pasalnya, warga RW 01BATU Ceper yang telah lama bermukim di wilayah tersebut antara 30Tahun lebih ,merasa terganggu dengan adanya orang yang mengaku tuan tanah dengan membawa preman yang dilakukan atas suruhan oleh pihak Rohmat dan Iwan setiawan yang mengklaim tanah tersebut sebagai hak miliknya yang sah, yang dibuktikan dengan adanya sertifikat tanah HGB,yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara Atas dasar inilah pihak dari ROHMAT CS melakukan pengusiran dan intimidasi tersebut hingga sekarang.
Wilayah Batu Cepet RW 01 yang notabene warga asli merupakan tanah tersebut sudah dihuni penduduk disana sejak tahun 1906, dimana pada waktu itu pemilik tanah dari keluarga Hoesni thamrin {alm}menyewakan ke warga untuk didirikan pemukiman dengan terbentuknya RW 01.selama bertahun tahun para warga damai menempati Rumah dan selama ini selalu membayar pajak PBB.
Kasus sengketa tanah ini kemudian muncul pada tahun 2015 ketika ada pihak dari luar yang mengaku memiliki bukti kepemilikan tanah tersebut berupa sertifikat tanah HGB tahun 2016, dalam hal ini pihak Rohmat Cs yang mengklaim kepemilikan atas tanah seluas 5.000 m2 yang menurutnya merujuk pada kawasan tersebut. Rohmat Cs mengaku mendapat mandat dari ahli waris dari Hoesni Thamrin(alm) yang memiliki tanah tersebut .
Pada bulan Mei 2015, pihak Rahmat Cs yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut mulai melakukan tindakan intimidasi,pasang stiker di wilayah pemukiman masyarakat, . Pihak warga kemudian melayangkan protes terhadap tindakan tersebut dengan alasan bahwa kegiatan menakuti dan intimidasi melalui preman., mengenai indikasi bahwa tanah yang ditempati oleh warga sekarang adalah tanah yang dimaksud dalam sertifikat HGB atas nama ROHMAT CS. Hal ini kemudian dimediasi oleh pihak dari Camat GAMBIR dengan mengundang pihak Biro hukum DKI ,Walikota,Kepolisian Sektor Gambir, Satpol PP, Kelurahan KEBON KELAPA, Rp umat Cs, dan warga RW 01. Namun ternyata pertemuan tersebut tidak menghasilkan titik terang penyelesaian masalah.
Pengerusakan yang dilakukan oleh oknum yang melanggar hukum dan tidak sesuai dengan Peraturan di Jalan Batu Ceper Jakpus.
Warga Batu Ceper kemudian membentuk forum perkumpulan warga yang menamakan dirinya Forum Warga RW 01, yang kemudian menyurat ke DPRD,KOMNAS HAM Dll Padahal bangunan yang selama ini ditempati warga selama bertahun tahun adalah didirikan dan dibangun oleh dana warga sendiri.. Warga menyurat ke pihak pihak terkait namun tak pernah di digubris,
Setelah diklarifikasi di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), ditemukan bahwa sertifikat kepemilikan tanah tersebut ada indikasi jumlah luas tanah yang di klaim tidak sesuai obyek lokasi.
Karena tindakan dari pihak Rahmat Cs tersebut, warga Batu Ceper yang merasa resah oleh kegiatan intimidasi dari preman-preman yang disewa untuk mengamankan kegiatan tersebut .Menurut warga, Rohmat Cs melakukan pendekatan kepada warga dengan cara pemanggilan satu-persatu untuk diberi ganti rugi tiap rumah. Namun hal tersebut ditolak oleh warga karena dianggap tidak sepadan dengan kondisi warga yang sekarang. Warga yang masih bertahan berjumlah 28 unit Rumah.
Sampai sekarang warga terus dihantui dengan perasaan was-was akan intimidasi dan teror oleh preman-preman yang disewa oleh pihak Rohmat Cs yang menyebabkan aktifitas warga menjadi terganggu. Bahkan preman-preman bayaran tersebut melakukan pengrusakan di rumah Asep jamaluddin dan rumah Sukaton sebanyak dua kali., bahkan dalam peristiwa pertama aparat penegak hukum berada di tempat kejadian namun tidak mampu menangkap preman tersebut, hanya melihat, membiarkan bahkan letusan senjata api yang di gunakan preman aparat tak bisa menangkap.
Hal ini telah pula dilaporkan oleh korban Asep jamaludin yang rumahnya diserang dua kali dan hancur semua isi rumah mereka para preman membekali diri dengan senjata tajam dan senpi.kedua korban sudah melaporkan kasus pengurusan tersebut ke polsek Gambir dan Polda Metro jaya,namun tidak ada langkah nyata bahkan ada indikasi membiarkan, apa menunggu jatuh korban?
Berdasarkan hal itu, warga berkirim surat minta perlindungan hukum ke presiden dan Kapolri yang isinya sebagai berikut:
1.pemerintah diminta saber mafia tanah mengusut tuntas kasus tersebut ,minta jaminan keamanan.
2.Meminta kepada Rohmat Cs, preman menghentikan semua jenis teror dan pengrusakan sebelum ada terdapat kepastian hukum
3.Sertifikat yang ditunjukkan oleh Rohmat Cs kurang lebih 5000 M2 tidak jelas lokasi yang ditunjukkannya .
4.Meminta kepada Lurah , Camat Kepolisian agar tidak memihak kepada tuan tanah.
5.Meminta kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) agar transparan, objektif dan melibatkan publik (kami) secara aktif dalam ekspose dan penunjukan lokasi sebenarnya di tanah sengketa antara warga dan Rohman Cs
6. Polisi dihimbau menangkap preman-preman bayaran yang telah mengancam warga, melakukan perbuatan tidak menyenangkan, mengancam akan membunuh dan mengusir warga dari rumah dan tanahnya dengan menggunakan parang dan badik,senpi
Rentetan konflik itu menunjukkan bahwa persoalan agraria tak bisa diselesaikan hanya lewat pemberian sertifikat tanah secara gratis. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu melakukan evaluasi menyeluruh tentang kebijakan sektor agraria di perkebunan, kehutanan, pertambangan, hingga wilayah pesisir yang berakibat tumpang-tindih kepemilikan lahan.
Pemerintah harus pula memastikan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat provinsi dan kabupaten sesuai dengan amanat Perpres Nomor 86/2018 de lahan yang ditempati bertahun-tahun justru sering kalah dan tersingkir. [edi/Jf].