Pengembang Perumahan Nusupan Sleman Langgar Pembangunan Perumahan

Jakarta Forum - Sleman, Yogjakarta. Permasalahan sering kali timbul pada proses terjadinya jual beli perumahan, entah itu perumahan dalam bentuk KPR (Kredit Pemilikan Rumah), dan Perumahan Cluster atau yang lain - lainnya.

Hal ini yang tertuang dalam Undang – Undang (UU) Nomor 1/2011 Pasal 98 ayat (1) di mana pengembang atau pengusaha baik itu dalam bentuk PT atau CV harus memiliki atau berpedoman pada UU itu.

Adapun dasar hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman ada dalam  Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menyatakan penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:
  • kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;
  • kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;
  • tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan dan tanah;
  • kualitas bangunan; dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.


Berangkat dari permasalahan yang terjadi di Jl. Monpagu, Nusupan, No. 09, RT.003/ RW. 028, Nusupan,  Trihanggo, Gamping, Sleman, DIY. Berdasarkan Temuan Team Nonlitigasi dan Investigasi S7 Gerai Hukum Art & Rekan Jakarta telah terjadi tindakan hukum yang merugikan konsumen pada perumahan tersebut (cluster). Dimana pengembang telah melakukan kerugian, pelanggaran administrasi bahkan kenyaman dan keselamatan penghuni perumahan.


Adapun pelanggaran yang di lakukan oleh pengembang dalam membangun perumahan/rumah adalah, pertama : Kelabilan pada tanah bekas sawah dimana pengembang tidak melakukan ekpedisi untuk mengukur tingkat kepadatan pada tanah bekas sawah untuk mendirikan pondasi rumah yang akan di bangun di atas tanah sawah, Kedua : Struktur bangunan antara lantai dasar dan lantai dua. Ketiga : Perbandingan antara bahan bangunan pasir dan semen yang tidak sesuai takaran perbandingan sehingga terjadi pengelembungan pada dinding/tembok perumahan, adanya rembasan air pada dinding/tembok, atap rumah bocor, dan instalasi listrik jauh dari tingkat aman dan keselamatan penghuni, dan yang terakhir bangunan perumahan tersebut di bawah aliran listri yang sangat tinggi (SUTET).

Sementara pelanggaran administrasi terjadi pada tidak adanya laporan baik dari tingkat Ketua Rumah Tangga (RT), Rukun Warga (RW), Dukuh dan Kepala Desa (Kades). Pelanggaran kedua adalah terjadinya kesalahan domisili, di mana itu terletak di RW. 28 atau RW. 29, karena domisili itu sangat penting apabila penghuni ingin melakukan pengadministrasian di perangkat desa dan yang ketiga pelanggaran yang terjadi bisa dikatakan patal adalah pada dokumen pengerjaan proyek Nusupan Kav 3 dimana dokumen tersebut diatas kop surat Perusahaan Terbatas (PT), tapi ditanda tangani di atas materai yang sah atas nama   terakhir pelanggaran yang dilakukan pada proses perikatan jual beli sehingga konsumen dilaporkan dan digugat atas dasar pemalsuan data otentik oleh pihak pengembang dalam perkara Nomor : 2/Pdt.G/2019/PN.Smn  antara : Putri Pranika (Penggugat) melawan Lucia Akbarina Fitriati (Tergugat) dan sudah melalui proses hukum, dan telah diputus dengan amar putusan menolak gugatan penggugat.

Selasa, (28/01/2020) kuasa hukum Lucia Akbarina Fitriati, Arthur Noija, S.H., di dampingi wartawan mendatangi Kantor Notaris Tabitha Sri Jeany, S.H.,M.Kn, di Jalan Pakuningratan No.49 Yogjakarta. Adapun maksud kedatangan kuas hukun Lucia ingin mengklarifikasi beberapa dokumen terkait perikatan jual beli antara Putri Pranika dengan Lucia Akbarina Fitriati, sebab menurut Arthur perikatan jual beli tersebut ada kejanggalan. Sebelum arthur mengutarakan kronologis kejanggalan perikatan jual beli lebih dulu Arthur memaparkan di depan Notaris Tabitha Sri Jeany. Lebih lanjut Arthur mengatkan,” Kalau ikut PPJB yang dilakukan oleh Norma ini kan tanggal 22 bulan Juni Tahun 2016, Tahun 2016 ini ada klosal bahwasannya apabila dia memberikan sesuatu kepada dengan harga satu (1) juta berartikan 677 juta, dia baru membayar 150 juta pada tanggal 22 Juni 2016 ada klosal yang mengatakan mundur  pembayaran di sini apabila pihak kedua ini tidak melaksanakan pembayaran maka ini hangus.

Lalu Arthur melanjuti ada kuasa atau surat pernyataan terpisah dari yang namanya pemilik lahan dengan westri Normasari bahwasannya ini telah lunas, tetapi lunasnya setelah ada pernyataan tanggal 7 April 2017, otometikle menurut Arthur ini rekayasa antara pemilik lahan, di sinilah baru dibunyikan bahwasannya untuk selanjutnya akan dibuat surat kuasa menjual kepada kepada nona Putri Pranika yang merupakan karyawan nona westri Norma Sari dengan mensepakati ini.

Arthur mempertanyakan keberadaan Putri Pranika karyawan atau karyawan biasakah di notaris Tabitha Sri Jeany?.

Menurut Tabitha bahwa Putri dalam perikat jual beli tidak pernah menyebutkan karyawan hanya sebagai indivindu hal ini Tabitha mendapatkan keterangan dari penyidik.

Pada saat Notaris Tabitha membuat perikatan jual beli Putri memakai surat kuasa Sugeng kemudian Notaris Tabitha menolak dan meminta surat kuasa lagi.

Mengunjungi Kantor Kepala Desa Dusun Randu, Kamis (30/01/2020) yang diwakili Sekretaris Desa Wahyudi mengatakan,” bahwa pembangunan perumahan di Jalan Nusupan Nomor 9 tersebut tidak pernah di laporkan oleh pihak pengembang sehingga kepala desa sulit menerbitkan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang telah di pecah, sekalipun terbitnya PBB masih dalam keadaan global,” ujarnya.

Ditambahkan oleh Wahyu seharusnya kalau tanah tersebut sudah diperjualbelikan kepada orang lain seharusnya ada pemecahan dan di urus PBB perrumahan.

”Namun wahyu tidak pernah mendapat laporan dari pengembang setahunya di atas lahan tersebut hanya ada satu PBB atas nama pemilik awal lahan tersebut, tegasnya.

”Saya akan bantu pemilik rumah untuk mengurus dan menerbitkan PBB walaupun ada keberatan dari pihak pengembang, cetus Wahyu.  

Proses pembangunan seyogianya harus melapor kepada perangkat desa dimana perangkat desa tidak bisa diabaikan begitu saja dari hasil penelusuran Gerai Hukum Art & Rekan Jakarta di dapati bahwa pengembang tidak pernah melakukan upaya sosialisasi kepada perangkat desa yang di datangi baik itu RT, RW, Dukuh, dan Kades. [edi/Jf].


                                                           

Related

Hukum 4314653072624326684
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item