Tiga Pilar Hukum Yang Harus Jadi Acuhan Notaris

Jakarta - Hukum secara sederhana adalah negara yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan didasari atas hukum, sehingga ada Tiga Pilar Hukum Yang Harus Jadi Acuhan Notaris.

Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (Supremasi Hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.

Tiga Pilar Hukum Yang Harus Jadi Acuhan Notaris

Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasarkan atas hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara pada kontitusi yang berpaham konstitusionalisme.

Tiga Pilar Hukum Yang Harus Jadi Acuhan Notaris
Kali ini Lembaga yang mengatasnamakan Gerai Hukum yang diketuai Arthur Noija. SH., mengupas tentang Hukum Pidana. Namun sebelumnya kita harus tahu dulu apa itu hukum pidana.
Hukum Pidana adalah dari keseluruhan peraturan – peraturan yang menentukan hukum apa yang dapat di jatuhkan terhadap yang melakukan perbuatan melawan hukum dan melakukan kejahatan atau pelanggaran yang mengakibatkan kerugian pada orang lain atau kelompok.
Ahli hukum dari Lembaga Gerai Hukum Arthur Noija SH., dan juga seorang pengacara membuat tulisan ilmiah terkait dengan hukum pidana.

Ada 3 (Tiga) hal yang menjadi acuhannya dalam menulis tentang Prosedur Penegakan hukum pidana, berikut karya ilmiahnya terkait 3 tentang hukum pidana;

Prosedur Penegakan Hukum Pidana Berkaitan dengan Pelaksanaan Jabatan Notaris dan Akta-Aktanya

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)  secara garis besar mengenal 3 (tiga) tahapan pemeriksaan perkara pidana yaitu : Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan dan Pemeriksaan di Pengadilan yang dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice System).

Sistem terpadu maksudnya kewenangan penyidikan, penuntutan dan peradilan, walaupun dilakukan oleh masing masing penegak hukum sesuai dengan kewenangannya di setiap tahap, namun tetap merupakan satu kesatuan yang utuh atau saling keterkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem peradilan pidana.

Kegiatan Penyidikan mencakup kegiatan Penyidik  untuk mencari serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Pada tahap ini penyidik mempunyai kewenangan melakukan upaya hukum untuk melakukan pemeriksaan,  penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan barang bukti. dimana dalam mengumpulkan barang bukti yang diperlukan,  penyidik dapat meminta keterangan saksi, saksi ahli dan tersangka serta melakukan penyitaan bukti surat atau tulisan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP). 

Kegiatan  penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, wajib diberitahukan kepada Penuntut Umum dalam bentuk Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), dimana dengan SPDP, Penuntut Umum akan memantau perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik.

Hasil penyidikan dalam bentuk berkas perkara, dikirimkan oleh penyidik kepada Penuntut Umum (Penyerahan Tahap I), dan oleh Penuntut Umum dilakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas perkara baik dari segi formil maupun materil, yang dalam sistem peradilan pidana terpadu disebut Pra Penuntutan. Dalam rangka penelitian berkas perkara. 

Maka ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu :
  1. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum,  dinyatakan lengkap,  maka penyidik menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum. (Penyerahan Tahap II);
  2. Jika hasil penelitian berkas perkara oleh Penuntut Umum, dinyatakan belum lengkap atau kurang memenuhi peryaratan formil dan atau materil. maka berkas perkara dikirim kembali oleh Penuntut Umum kepada Penyidik, untuk dilengkapi disertai petunjuk dari Penuntut Umum kepada Penyidik. Setelah berkas perkara dinyatakan lengkap dan penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik kepada Penuntut Umum, maka  Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaaan (tahap Penuntutan).
Penuntut Umum  melimpahkan  perkara ke Pengadilan untuk disidangkan  dan diputus oleh Pengadilan (Tahap Pemeriksaan Persidangan).  

Pandangan dari team investigasi URC Lembaga Peduli Nusantara Jakarta berpendapat  bahwa kewajiban Notaris berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya, dalam  sistem peradilan pidana terpadu melalui tahap Penyidikan (sebelumnya tahap penyelidikan), tahap penuntutan (sebelumnya tahap pra penuntutan) dan tahap pemeriksaan dalam sidang pengadilan hingga memperoleh putusan pengadilan.

Rahasia Jabatan Notaris dan Pengecualiannya

Sumpah Hippocrates  “segala sesuatu yang ku lihat dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan aku simpan sebagai rahasia".
Makna sumpah Hippocrates ini, menunjukkan kewajiban merahasiakan melekat pada profesi atau jabatan tertentu dan sifat sumpah  merupakan  self imposed regulation atau merupakan kewajiban moral untuk mentaatinya.

Saat ini sumpah jabatan/profesi bukan saja merupakan norma moral tetapi sudah berkembang menjadi norma hukum yang dapat dipaksakan dan bersanksi.

Notaris sebagai pejabat umum, sebelum menjalankan jabatanya, wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan pejabat yang berwenang, dan  sumpah jabatan notaris ini,  selain merupakan janji kepada Tuhan Yang Maha Esa,   juga janji yang mengikat berdasarkan norma hukum publik.

Kewajiban menjaga rahasia jabatan notaris, dirumuskan dalam sumpah jabatannya  dan ketentuan lain yang diatur secara hukum.

Konsep rahasia jabatan notaris menganut teori rahasia relatif atau nisbi, dalam arti rahasia jabatan notaris dapat dibuka (bersifat terbuka), jika ada kepentingan umum yang harus didahulukan atau adanya UU atau Peraturan Perundang-Undangan  yang memberikan pengecualian.

Ketentuan rahasia jabatan yang diatur dalam UU Jabatan Notaris, melahirkan Kewajiban Ingkar, yaitu kewajiban bagi notaris untuk tidak berbicara kepada siapapun  mengenai isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya,  baik yang dimuat dalam akta atau yang tidak dimuat dalam akta, kecuali UU menentukan lain.

Kewajiban ingkar ini mempunyai dasar yang bersifat hukum publik yang  kuat, di mana terhadap pelanggarannya dapat dikenakan  sanksi berdasarkan hukum publik, yaitu:
Pasal 322 ayat (1) KUHPidana: Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia, yang ia wajib menyimpannya, oleh karena jabatan atau pekerjaan, baik yang sekerang maupun yang dahulu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 (sembilan) bulan.

Ketentuan Pasal 322 KUHPidana tidak memerinci hal hal yang wajib dirahasiakan oleh penyimpan rahasia jabatan, siapa yang wajib menyimpan rahasia jabatan, untuk siapa rahasia jabatan disimpan dan hanya memberikan pembatasan bahwa yang harus disimpan adalah rahasia karena jabatannya, yang sekarang maupun yang  dahulu.  Berdasarkan sumpah jabatan notaris yang diatur dalam UU Jabatan Notaris dan Pasal 322 KUHPidana, maka lingkup rahasia jabatan notaris, meliputi:

  1. Rahasia jabatan yang wajib disimpan ditujukan untuk pihak yang berkepentingan langsung pada akta, para ahli waris dan penerima haknya, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 54 UU Jabatan Notaris
  2. Ruang lingkup isi rahasia jabatan, mencakup isi akta dan segala keterangan yang diperoleh dalam menjalankan jabatannya, yang dapat diartikan keterangan yang langsung digunakan dalam pembuatan akta dan juga keterangan yang tidak secara langsung digunakan dalam pembuatan akta. Hal ini disimpulkan dari rumusan dalam pasal 322 KUHPidana yang menyatakan “..rahasia karena jabatannya…” jo Pasal4 ayat 2 UU Jabatan Notaris, yang menyatakan “…merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
  3. Subjek yang wajib menyimpan rahasia jabatan yaitu: Notaris, Notaris Pengganti, Pejabat Sementara Notaris yang masih menjabat maupun yang tidak menjabat lagi. Hal ini disimpulkan dari rumusan kata kata dalam Pasal 322 KUHPidana yaitu “karena jabatannya, yang sekarang maupun yang dahulu.” UU Jabatan Notaris, Pasal 16A ayat 2, memperluas subjek yang wajib merahasiakan termasuk Calon Notaris yang menjalankan magang
Kewajiban merahasiakan bagi Notaris, tidak bersifat tertutup, tetapi memberikan pengecualian untuk membuka rahasia jabatannya sepanjang ada alasan pembenaran untuk membuka rahasia jabatannya, yaitu:

  1. Undang-Undang lain secara tegas memberikan pengecualian kepada notaris (subjek penyimpan rahasia jabatan), untuk membuka rahasia jabatannya;
  2. Persetujuan Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, bagi Notaris (subjek penyimpan rahasia jabatan), untuk membuka rahasia jabatan, khusus dalam penegakan hukum pidana terhadap Notaris (lihat Pasal 66 ayat 1 UU Jabatan Notaris jo Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris);
  3. Persetujuan dari pemilik rahasia jabatan atau pihak yang berkepentingan dengan rahasia jabatannya, dan hal ini hanya berlaku diluar penegakan hukum pidana. Dasar hukumnya bahwa Pasal 322 KUHPidana merupakan delik aduan absolut, dimana rahasia jabatan disimpan untuk kepentingan pemilik rahasia jabatan yaitu para pihak, para ahli waris dan penerima haknya (lihat Pasal 54 UU Jabatan Notaris).
Pembahasan Hak dan kewajiban Notaris dalam penegakan hukum pidana, tidak terlepas  atau berkaitan langsung dengan ketentuan tentang kewajiban notaris untuk menyimpan rahasia jabatannya.

Prosedur Penegakan Hukum Pidana terhadap Notaris

Pemanggilan saksi atau tersangka untuk kepentingan penyidikan diatur dalam Pasal 112 KUHAP, tanpa adanya prosedur khusus sedangkan penyitaan surat atau bukti tulisan dari mereka yang wajib menurut Undang-Undang merahasiakannya diatur dalam Pasal 43 KUHAP, dan hanya dapat dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. 

Ketentuan dan tata cara penegakan hukum pidana terhadap notaris telah diatur secara khusus dalam UU Jabatan Notaris, dan hubungan  KUHAP dengan  Undang-Undang Jabatan Notaris dalam penegakan hukum pidana terhadap notaris,  haruslah dipahami dengan mempergunakan 2 (dua) asas hukum sebagai parameter yaitu:

  1. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generalis artinya Undang-Undang yang khusus menyisihkan Undang-Undang  yang umum. Syarat utama yang harus dipenuhi adanya kesamaan tingkat peraturan perundang-undangan  yang berlaku seperti Undang-Undang  dengan Undang-Undang.
  2. Asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori artinya Undang-Undang yang kemudian menyisihkan Undang-Undang yang terdahulu. Syarat yang harus dipenuhi yaitu tingkat perundang-undangannya harus sama dan substansinya juga harus sama.
Prosedur khusus penegakan hukum pidana terhadap notaris   diatur dalam UU Jabatan Notaris  yaitu:
Pasal 66 ayat (1): untuk kepentingan proses peradilan penyidik, penuntut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang:

  1. Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan
  2. Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.

Pasal 66A ayat (3): Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja dan anggaran Majelis Kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.

Hubungan KUHAP dan UU Jabatan Notaris, dalam tata cara atau prosedur penegakan hukum pidana terhadap notaris merupakan hubungan lex generalis (KUHAP) dan lex spesialis (UU Jabatan Notaris), dan KUHAP dapat diterapkan sepanjang tidak bertentangan dengan UU Jabatan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris, mengatur tata cara atau prosedur penegakan hukum pidana terhadap notaris, yaitu:


Permohonan diajukan oleh penyidik, penuntut umum atau hakim kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Wilayah, sesuai dengan wilayah kerja Notaris yang bersangkutan, dengan tembusan kepada notaris yang bersangkutan untuk melakukan:
  • Pemeriksaan terhadap notaris (termasuk Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris) untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris
  • Pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris;
  • Pengambilan minuta akta dan atau surat surat yang dilekatkan pada minuta akta notaris atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris.
Ketua MKN Wilayah wajib memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan terhadap permohonan penyidik, penuntut umum atau hakim, dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sejak tanggal diterimanya permohonan. (Jika jangka waktu 30 hari sejak permohonan diterima terlampaui, Ketua MKN Wilayah tidak atau belum memberikan jawaban, maka dianggap Ketua MKN Wilayah menerima permintaan persetujuan yang diajukan oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim).

Persetujuan Ketua Majelis Kehormatan Notaris wilayah, memiliki 3 (fungsi) fungsi, yaitu: Dasar kewenangan penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap notaris, yang mencakup:

  1. Pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris;
  2. Pengambilan fotocopy minuta akta dan atau surat surat yang dilekatkan pada minuta akta dan data
  3. Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris dalam Bertugas Norman Edwin Elnizar. Pemalsuan surat, keterangan palsu di bawah sumpah, penggelapan, hingga perbuatan curang. 
Sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan khusus untuk membuat akta otentik, notaris sering terseret perkara pidana terkait akta yang dibuatnya. Penting bagi para notaris memahami apa saja risiko jerat pidana yang mungkin  

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, Koordinator Tindak Pidana Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Heri Jerman, dan Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Penuntutan Tindak Pidana Khusus Lain Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Rudi Margono memaparkan seluk beluk pidana dan pemidanaan yang membayangi notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

Berikut tindak pidana KUHP yang sering terjadi berkaitan dengan notaris:

  • Bab XII tentang Pemalsuan Surat
  • Bab XXIV tentang Penggelapan
  • Bab XXV tentang Perbuatan Curang (Bedrog)
  • Pasal 263 KUHP, Pasal 264 KUHP, Pasal 266 KUHP
  • Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP
  • Pasal 378 KUHP
Seorang notaris bisa disangka melakukan tindak pidana tersebut baik sebagai pelaku (pleger) maupun turut serta atau pembantu kejahatan. Brigjen Pol Agung menjelaskan nantinya kepolisian akan memilah keterlibatan notaris berdasarkan hasil penyidikan. Menurutnya, ada 7 bentuk permasalahan yang ditemukan penyidik sebagai dasar penetapan notaris sebagai tersangka.

Permasalahan Berpotensi Pemidanaan Yang Sering Terjadi Dalam Tugas Notaris

  1. Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan
  2. Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap memberikan keterangan palsu
  3. Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya
  4. Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta notarisyang diterbitkan dianggap akta palsu
  5. Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi isinya berbeda
  6. Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan
  7. Penghadap menggunakan identitas orang lain.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Team URC LPN Jakarta  menyarankan  untuk rekan-rekan notaris meningkatkan awareness-nya dalam menjalankan profesi.

Sementara itu,  tindak pidana orang dan harta benda team URC LPN Jakarta menggaris bawahi bahwa pada dasarnya sepanjang notaris bekerja berdasarkan kewenangan yang diatur Undang-Undang maka ia akan di lindungi oleh hukum.

Dalam hal ini utamanya UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris jo. UU No.2 Tahun 2014 (UUJN). Oleh karena itu, pertanggungjawabannya terutama sangat bergantung pada kesengajaannya (opzet) dalam melanggar ketentuan UUJN. Kita Sepakat Perlu Evaluasi Pendidikan Kenotariatan).

Jika notaris dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya tidak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum (vide pasal 16 ayat 1 a UUJN), maka ia dapat dikatakan tidak lagi menjalankan UUJN untuk dapat diminta mempertanggung jawabkan secara pidana. Pemidanaan tersebut bukan pada jabatan atau kedudukannya tapi pada perbuatannya, berdasarkan pembuktian unsur kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa).

Perlu diingat kembali bahwa akta yang dibuat di hadapan notaris bernilai sebagai alat bukti otentik yang paling sempurna di hadapan hukum, inilah Tiga Pilar Hukum Yang Harus Jadi Acuhan Notaris.[pr45/Jf].

Related

Peristiwa 8591841588164781085
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item