Bedanya Sengketa Pertanahan dengan Mafia Tanah

Jakarta Forum-

Sepertinya sengketa tanah di tanah air tidak akan pernah berkesudahan dan ada akhirnya, pasalnya banyaknya para pemohonan untuk diterbitkannya suatu sertifikat yang sering tumpang tindih dengan pihak-pihak lain yang notabene merasa juga memiliki atas tanah yang diklaim seseorang atau Badan Hukum dan juga kelompok

MAFIA (iLustrasi)
 

Dengan dasar kepemilikan yang dimilikinya masing-masing pihak mengklaim bahwa mereka pemilik asli tanah tersebut dengan bukti-bukti surat yang dipegangnya baik asli maupun palsu. Dan yang lebih ironisnya ada kelompok yang dengan cari muslihatnya bisa menguasai suatu lahan milik orang lain, ini yang dinamakan MAFIA TANAH. Mafia tanah ini jaringannya sangat luas sehingga dapat menguasai institusi yang berkompeten dalam soal kepengurusan terbitnya sertifikat ini yang di sebut oknum mafia di institusinya. Lalu kapan soal perselisihan mengenai tanah ini dapat diselesaikan secara baik dan benar.

Melalui via WhatsApp  (27/02/2021) Advokat Gerai Hukum menyikapi permasalah pertanahan dan sepak terjang mafia tanah.  Gerai Hukum berpendapat bahwa, dalam kasus sengketa tanah menurut Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

Dikatakan, sebuah perkara sengketa tanah yang masuk dalam lingkup hukum perdata atau administrasi negara bisa terjadi karena beberapa faktor :
1.faktor awamnya pelaku jual-beli lahan terhadap hukum (khususnya pertanahan) yang berlaku di Indonesia. 

2. Sistem sertifikasi tanah yang ada di Indonesia hanya bersifat formalitas.
Sistem peradilan sengketa tanah yang menghabiskan biaya dan waktu yang cukup lama.
Menurut Arthur Noija Sengketa tanah haruslah dapat dibedakan dengan masalah mafia tanah, yang dapat dikualifikasi suatu kejahatan klasik yang terorganisir dan memiliki ekpertis yang profesional, yang biasa modusnya adalah melalui pembuatan dokumen palsu atas bukti kepemilikan hak tanah, yang bekerja sama dengan oknum yang mempunyai kewenangan dalam penerbitan bukti alas hak palsu, yang biasanya dilakukan secara rapi sehingga sulit untuk diungkap.

Masalah mafia tanah yang menjadi perhatian bapak Presiden, selanjutnya direspon dengan kebijakan Kapolri dalam pemberantasan mafia tanah merupakan bagian dari program Polri presisi atau pemolisian prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.

Dihubungi mantan Kepala Badan Pertanahan Jakarta Timur, via yang sama  (WhatsApp ) Sabtu, 27 Februari 2021 Dr. BF. Sihombing,.SH,.MH mengatakan,”Ya menurut saya sih karena ahlinya tidak diikut sertakan, jadi ganti Menteri ganti peraturan jadi tidak konsisten. Maksudnya di Indonesia tak jarang ngomong disiplin ilmunya,” ngomong disiplin ilmu orang lain. Berbeda dengan kedokteran atau teknik, komputer dan lain-lain, Mereka konsisten dengan Ilmunya, nah di negara kita tidak demikian masih jauh apalagi politik semua dia bisa omongin ilmu orang lain.

“Lebih konsisten orang yang tak sekolah mungkin hanya tamat SD, SMP, mereka misalnya tukang batu dan tukang kayu kita butuh untuk mengerjakan/membuat kusen atau mengerjakan/mendirikan tembok, kalau tukang batu di suruh mengerjakan soal kayu misalnya membuat kusen mereka sangat konsisten pasti dia jawab saya tukang batu bukan tukang kayu, karena mereka takut beresiko bisa dituntut, atau tak di bayar gajinya dan lain-lain.

“Kalau bicara soal oknum yang berani melakukan pelanggaran dalam kepengurusan sertifikat itulah salah satu penyebabnya maka makin amburadul semua permasalahan yang akhirnya menjadi dominan fokus ke uang, yang penting uang gimanapun resikonya tak perduli karena ancaman hukumannya juga ringan, coba di hukum seumur hidup siapapun pasti ngak berani main-main dengan hukum, tegas Sihombing.[edi/Jf].



Related

Peristiwa 5627616765842213273
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item