Mahasiswa Peduli Lingkungan Geruduk PTUN Jakarta


Jakarta Forum - PTUN Jakarta. Sekelompok Mahasiswa yang mengatasnamakan Mahasiswa Peduli Lingkungan (MPL) mendatangi, Kamis (17/02/2022) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jalan. A sentra Primer Cakung Pulogebang Jakarta-Timur.

PT. SKR adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan hasil hutan yang memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) Tahun 1993 (Pertama) seluas +-72.315 Ha di Provinsi Kalimantan Barat, yang meliputi Kab. Kubu Raya, Kab. Sanggau, dan Kab. Landak, dan pemanfaatan IUPHHK-HTI ini Selama 60 Tahun yang diperkirakan selesai pada Tahun 2035. 

Pada tahun 2009, Menteri Kehutanan menerbitkan keputusan Nomor SK.601 Menhut-II/2009 tanggal 2 Oktober 2009 yang pada pokoknya mengubah luas IUPHHK-HTI dari sebelumnya seluas +72.315 ha menjadi seluas +38.000 ha, yang terdiri dari 4 (empat) blok, masing-masing: (1) Blok I seluas +3.415 ha, (2) Blok II seluas +18.650 ha, (3) Blok III seluas +1.745 ha, dan (4) Blok VI seluas +14.190 ha.

Pada tahun 2013, terbit SL Menteri Kehutanan Nomor SK.936/Menhut –II/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, dan Penunjukan Kawasan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan. Dalam diktum Ketujuh SK Menteri tersebut dinyatakan bahwa izin pemanfaatan hutan dan penggunaan Kawasan hutan yang masih berlaku dan berada dalam kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan, masih tetap berlaku sampai dengan izinya berakhir. Artinya meskipun sebagai wilayah PT SKR meskipun terkena perubahan fungsi kawasan dari hutan menjadi non hutan/ area penggunaan lain (APL), namun izin PT SKR tetap berlaku sampai tahun 2053

Pada tanggal 29 April 2016, Gubenur Kalimantan Barat mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) No.619/1455.I/Dishut-IV/BPPHT/2016, berisi usulan pencabutan IUPHHK-HTI milik PT SKR dengan alasan PT SKR tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana kewajiban ditetapkan dalam Keputusan Nomor SK.601 Menhut-II/2009.

Pada tahun 2017 Bupati Landak menerbitkan keputusan No. 503/342/HK-2017 tanggal 4 Desember 2017 tentang pemberian ijinLokasi pembangunan perkebunan Kelapa Sawit kepada PT. Rezeki Kencana Prima (PT.RKP) seluas +-6.274 Ha yang berlokasi di atas IUPHHK-HTI milik PT.SKR, tepatnya di blok II di Desa Pak Payam Kec. Ngabang, Kab.Landak. Karena hal tersebut PT.SKR berkali-kali mengajukan keberatan terhadap Bupati Landak.

Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III (KBPKHW-III) mengeluarkan (6/02/2018) Hasil Telaahan Teknis Fungsi Kawasan Hutan, terhadap areal perkebunan sawit a/n. PT.RKP, MENYATAKAN BAHWA IZIN LOKASI PERKEBUNAN SAWIT A/N. PT. RKP TERDAPAT TUMPANG TINDIH PERIZINAN IUPHHK-HTI DI ATAS LAHAN PERKEBUNAN MILIK PT.SKR.
Dan pada Tanggal 2 Juni 2018 BAPEDDA Kab. Landak mengeluarkan REKOMENDASI  yang merekomendasikan agar PT. RKP TERLEBIH DAHULU MENYELESAIKAN MASALAH TUMPANG TINDIH IZIN LOKASI DENGAN PT.SKR,  DAN PT.RKP TIDAK DIMINTA TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN APAPUN SEBELUM STATUS AREAL IZIN DIPEROLEH.

Di sisi lain, Bupati Landak bukanya memfasilitasi penyelesain masalah antara PT SKR dan PT RKP, malah mengirimkan surat kepada MenLHK Nomor 525/7718/Disbun/2020 tanggal 10 Desember 2020, hal permohonan revisi (Addendum) areal kerja IUPHHK-HTI PT SKR. Adapun alasan Bupati Landak dalam surat tersebut adalah karena areal IUPHHK-HTI PT SKR berada di Areal Penggunaan Lain (“APL”) dan dikuasai oleh masyrakat. Padahal APL yang dimaksud tidak lain adalah Izin Lokasi perkebunan sawit PT RKP dan bukan masyrakat.
Pada tanggal 21 Maret 2021, MenLHK menerbitkan Keputusan Nomor SK.75/MENLHK/SETJEN/HP.0/3/2021 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.601/MENHUT-11/2009 tanggal 2 Oktober 2009 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Kepada PT. Sinar Kalbar Raya Atas Areal Hutan Produksi Seluas + 38.000 Ha di Provinsi Kalimantan Barat. Adapun dasar penerbitan Keputusan tersebut adalah:
Surat Bupati Landak Nomor 525/7718/Disbun/2020 tanggal 10 Desember 2020;
Surat Gubenur Kalimantan Barat Nomor 619/1455.I/Dishut-VI/BPPHT/2016 tanggal 29 April 2016.
Audit kinerja PT SKR
Penerbitan keputusan tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni:
Pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor P.45/Menlhk/Setjen/HPL.0/5/2016 Tentang Tata Cara Perubahan Luasan Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi yang mengatur bahwa Perubahan Luasan Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Pada Hutan Produksi, yang bersumber dari permohonan pemerintah daerah, maka harus dilengkapi dengan persetujuan/pernyataan tidak keberatan dari pemegang izin dalam bentuk akta notarial. Persetujuan mana tidak pernah diberikan oleh PT SKR.

Kalaupun proses penerbitan objek sengketa didasarkan pada proses audit sebagaimana dimaksud dengan Pasal 7 Permen LHK No. P.45/2016, maka teknis pelaksanaan audit tersebut harus berdasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.54/Menlhk/Setjen/Kum.1/9/2019 Tentang Audit Kepatuhan Terhadap Pemegang Izin Usaha Pemantan Hasil Hutan Kayu. Berdasarkan Pasal 13 peraturan tersebut, diatur bahwa Tim Pelaksana melakukan pertemuan pembukaan (entry meeting) dengan pemegang IUPHHK sebgai untuk menjelaskan maksud dan tujan pelaksanaan Audit Kepatuhan yang hasilnya akan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh Tim Pelaksana dan pemegang izin (Pasal 14). Selanjutnya , berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Peraturan tersbeut, diatur mengenai bentuk saksi yakni sanksi administrati berupa 10 atau 15 kali PSDH.

Faktanya, PT SKR tidak pernah diundang untuk menghadiri pertemuan pembukaan (entry meeting) sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan juga tidak pernah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana diatur dalam Pasal 14, serta apabila dalam audit tersebut diketahui bahwa PT SKR terbukti tidak melakukan kewajiban, maka seharusnya PT SKR dikenakan sanksi administrati berupa 10 atau 15 kali PSDH sebagaiman diatur dalam Pasal 16, dan bukan dengan langsung mengurangi luas areal IUPHHK-HTI.    

Meskipun keputusan Menteri tentang pencuitan luas areal IUPHHK-HTI PT SKR diterbitkan pada 21 Maret 2021, namun baru dikirimkan kepada PT SKR pada 20 September 2021, dan bari diterima oleh PT SKR pada 24 September 2021.

SK Men LHK No.75 ini kemudian digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada tgl.14 Oktober 2021 dalam perkara Nomor 239/G/2021/PTUN.JKT. sidang saat ini telah memasuki agenda pembuktian dimana PT RKP telah dipanggil untuk hadir sidang namun tidak pernah hadir.

Tgl.4 Februari 2022, Hakim yang mengadili perkara tersebut telah melakukan sidang lokasi dan melihat wilayah izin PT SKR yang luasanya dicuitkan berdasarkan SK Men LHK No.75, dan ternyata ditemukan fakta sebagai berikut:

Wilayah PT SKR ditanami sawit secara illegal sejak belasan tahun lalu ketika kawasan tersebut masih berstatus sebagai kawasan hutan. Perubahan kawasan hutan menjadi non hutan/APL baru terjadi tahun 2013 dan seharusnya sepanjang masih berstatus kawasan hutan maka tidak boleh ada aktivitas sawit didalamnya.

Artinya ada pembukaan/pemanfaatan hutan secara illegal yang dilakukan PT RKP. Dikatakan ilegal karena selain berstatus sebagai kawasan hutan, PT RKP sejak belasan tahun tidak punya izin apapun untuk tanah sawit di wilayah tersebut. PT RKP hanya baru memiliki izin lokasi sejak tahun 2017. Izin lokasi bukan merupakan izin untuk menanam sawit.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan maka untuk menanam sawit harus memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP Perkebunan). PT RKP sampai saat ini tidak pernah punya IUP Perkebunan.

Selain tidak memiliki IUP Perkebunan, PT RKP diduga tidak memiliki izin lingkungan berupa AMDAL.

Gerakan Mahasiswa Peduli Lingkungan menyampaikan aspirasinya dan meminta kepada hakim PTUN Jakarta yang menyidangkan perkara No. 239/G/2021/PTUN Jakarta, antara PT. Sinar Kalbar Raya (PT.SKR) sebagai penggugat melawan Menteri LHK agar :

Pengadilan TUN Jakarta tidak berpihak kepada PT. Rezeki Kencana Prima (PT.RKP) yang notabene tidak masuk sebagai pihak yang berperkara (Tergugat II Intervensi) dan juga yang telah merugikan keuangan negara dengan melakukan aktifitas kelapa sawit secara illegal dikawasan hutan milik PT.SKR yang juga perusahaan tersebut tidak mengantongi izin usaha perkebunan dan lingkungan.
Meminta kepada Hakim PTUN Jakarta agar tidak membenarkan tindakan Menteri LKH yang bertindak untuk kepentingan PT. RKP.

Orasi yang digelar oleh MPL di depan gedung PTUN Jakarta tetap mengedepankan Prokes dengan mengatur jarak dan memakai masker.[pr45]


Related

Peristiwa 1488109511124984930
jasa-ekspedisi
Ajang Berita

Hubungi kami

Nama

Email *

Pesan *

Jumlah Pengunjung

item